Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2019 ke DPR di Gedung Senayan, Jakarta. Foto: Dok. DPR

Jakarta, Aktual.com – Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) mengungkap 14.501 permasalahan senilai Rp8,37 triliun dalam pemeriksaan selama semester I tahun 2021 melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2021.

“Jumlah tersebut meliputi 6.617 permasalahan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan 7.512 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp8,26 triliun,” kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Jakarta, Selasa (7/12).

6.617 permasalahan meliputi 372 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp113,13 miliar. Sedangkan ketidakpatuhan itu, sebanyak 4.774 senilai Rp8,26 triliun merupakan permasalahan yang dapat mengakibatkan kerugian senilai Rp1,94 triliun, potensi kerugian Rp776,45 miliar dan kekurangan penerimaan Rp5,55 triliun.

“Selain itu terdapat 2.738 permasalahan ketidakpatuhan yang berupa penyimpangan administrasi,” katanya.

IHPS I Tahun 2021 merupakan ringkasan dari 673 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan, 39 LHP kinerja, dan 20 LHP dengan tujuan tertentu.

Pada semester I tahun 2021 BPK melakukan pemeriksaan keuangan atas satu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 dan 85 LK Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2020.

BPK juga melakukan pemeriksaan keuangan atas satu LK Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2020, 30 LK Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Tahun 2020, 541 LK Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2020, serta empat LK Badan Lainnya Tahun 2020.

Hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2020 menghasilkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan Opini WTP LKKL dan LK BUN tahun 2020 sebesar 98 persen.

Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) diperoleh Kementerian Sosial (Kemensos) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sedangkan hasil pemeriksaan BPK atas 30 LKPHLN Tahun 2020 seluruhnya memperoleh opini WTP.

Sesuai dengan Renstra BPK 2020-2024, pada Semester II Tahun 2020 BPK melakukan pemeriksaan tematik atas Penanganan Pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).

Selanjutnya pada semester I Tahun 2021 BPK mengawal pelaksanaan penanganan PC-PEN melalui pemeriksaan atas laporan keuangan baik pada tingkat pemerintah pusat maupun daerah.

Permasalahan PC-PEN yang memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan terjadi pada Kemensos yaitu beban bantuan sosial tidak didukung dengan bukti kewajaran harga dari penyedia dan tidak didukung dengan penjelasan dan bukti yang memadai atas penyaluran Bansos PKH.

Kemudian juga penyajian Piutang Bukan Pajak kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bansos PKH dengan status Kartu Keluarga Sejahtera yang tidak terdistribusi.

“Juga KPM tidak bertransaksi dan tidak didukung dengan proses rekonsiliasi antara data By Name By Address dan data rekening koran KPM,” ujarnya.

Pada pemeriksaan atas LKPD Tahun 2020, opini WTP dicapai oleh 486 dari 541 LKPD dan masih ada satu pemda belum menyampaikan LK kepada BPK yaitu Kabupaten Waropen, Papua.

Hasil pemeriksaan 4 laporan keuangan badan lainnya tahun 2020 yaitu Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Badan Pengelola Keuangan Haji seluruhnya mendapat opini WTP.

Hasil pemeriksaan kinerja pada semester ini antara lain pada kinerja atas efektivitas pengelolaan pelayanan registrasi uji tipe kendaraan bermotor TA 2019 sampai semester I TA 2020 yang dilaksanakan pada Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan dan instansi terkait lainnya.

Hasil pemeriksaan menyimpulkan Ditjen Hubdat belum dapat memastikan semua kendaraan bermotor telah melakukan registrasi uji tipe.

Hal tersebut ditunjukkan dengan masih adanya permasalahan antara lain Ditjen Hubdat belum memperoleh data produksi dan penjualan kendaraan yang dilaporkan Agen Pemegang Merk (APM) sebagai dasar penghitungan PNBP SRUT.

Pada pemeriksaan dengan tujuan tertentu, antara lain terungkap hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan subsidi/kewajiban pelayanan publik pada 13 objek pemeriksaan terkait subsidi energi, subsidi pupuk, subsidi bunga kredit dan KPP di bidang angkutan umum dengan kesimpulan telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian antara lain PT PLN (Persero) belum melakukan evaluasi menyeluruh atas efisiensi biaya serta kurang mengakui dan memperhitungkan non-Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dalam pengajuan subsidi kepada pemerintah.

PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo belum menyetorkan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang terkandung dalam kompensasi BBM yang diterima dari pemerintah masing-masing Rp1,96 triliun dan Rp28,67 miliar.

Sedangkan pemeriksaan kepatuhan atas pelaksanaan proyek dan rantai suplai dilaksanakan pada SKK Migas dan KKKS BP Berau dengan kesimpulan telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian antara lain pemerintah belum menerima tambahan bagian negara atas kelebihan pembebanan cost recovery total sebesar Rp994,51 miliar.

Dalam kurun waktu 16 tahun terakhir yaitu sejak 2005 sampai 30 Juni 2021, BPK telah menyampaikan 621.453 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp282,78 triliun.

Secara kumulatif sampai dengan 30 Juni 2021, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan periode 2005 sampai semester I-2021 telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset ke kas negara/ daerah/perusahaan Rp113,83 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi