Jakarta, Aktual.co —Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku sudah temukan ‘jejak’ kemunculan anggaran siluman yang dibuat DPRD DKI di draf Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI. 
Ahok mengaku heran, sebab jelang rapat paripurna pengesahan APBD 27 Januari 2015 lalu, dewan seperti adem ayem saja dengan anggaran, termasuk soal format e-budgeting. Bahkan, seingat dia, saat itu dewan tidak memasukkan anggaran apapun ke draf APBD.
“Makanya saya heran kan, masa paripurna nggak ada berkas yang di-‘print out’ keluar. Mereka (DPRD) bilang gampang-gampang. Waktu dalam rapat ada nggak ketua menyerahkan berkas? Nggak ada. Itu masalahnya,” kata Ahok di Balai Kota, Rabu (25/2).
Sambung dia, di saat yang sama semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sudah mengisi keperluan program serta anggaran di draf APBD, yang kemudian diinput ke sistem e-budgeting. Setelah masuk e-budgeting, maka tidak mungkin ada anggaran lebih yang bisa lolos.
Namun belakangan, kata Ahok, dewan justru mengeluarkan APBD versi mereka yang berbeda sama sekali dengan milik Pemprov DKI. Di sinilah permasalahan dimulai.
“Kalau SKPD ‘main’ anggaran tentu ada buktinya di Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Justru saya pertanyakan kenapa DPRD tiba-tiba keluarkan bundelan sendiri yang bukan diisi sama SKPD. Itu apa nggak ngelanggar?” ujar dia.
Pasalnya, kata Ahok, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, kewenangan dewan dibatasi sampai satuan ketiga saja. “Jangankan ngisi, ngurusin lembar ketiga DPRD saja nggak boleh kok,” ucap dia. 
Temuan adanya indikasi permainan anggaran dewan, kata Ahok, tak berhenti di situ. Setelah melihat APBD versi dewan, Ahok baru tahu bahwa tiap program anggaran yang dibuat Pemprov, ternyata nilainya dipangkas antara 10 sampai 15 persen.
“Kita ada bukti semua. Supaya masuk dananya dia (DPRD) yang Rp12,1 triliun,” ujar mantan Bupati Belitung Timur itu.
Dari anggaran Rp12,1 triliun itulah kemudian diistilahkan sebagai dana ‘siluman’ yang diperuntukkan ke program-program yang dianggap tidak masuk akal. Misal, seperti pembelian UPS di kelurahan yang angkanya mencapai Rp4,2 miliar/ kelurahan. Padahal normalnya, harga UPS hanya sekitar Rp500 ribu -Rp1 juta.
Temuan itu, ujar Ahok, diperkuat lagi oleh temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Yang menyebut bahwa tiap kali DPRD kasih draf APBD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maka dikembalikannya selalu tidak sama dengan yang disusun Pemprov DKI.
“Itu yang dinamakan Ketua BPKP sebagai anggaran siluman. Begitu e-budgeting diberlakukan, nggak bisa lagi deh (DPRD) masukin anggaran siluman. Eh nekat dia bikin sendiri juga (draf APBD), ketahuan dong,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh: