Bandung, Aktual.com – Stunting atau kondisi anak gagal tumbuh kini menjadi persoalan yang serius. Pasalnya, angka stunting di Indonesia sangat tinggi, yaitu 27 persen.

Untuk mengatasi masalah stunting, pemerintah pusat melalui Kementerian dan Lembaga maupun pemerintah daerah sudah menggelontorkan anggaran ratusan triliun rupiah.

Agar dana sebesar itu tepat guna sasaran, maka diperlukan desain yang jelas untuk menangani masalah stunting tersebut.

Hal itu disampaikan Anggota DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal dalam keterangannya, Kamis (23/12). Ia memastikan, DPR RI akan terus mengawal penggunaan uang yang sangat besar itu agar tepat sasaran.

“Karena kalau tidak ada desain yang jelas, pemborosan anggaran juga bisa sampai 300 trilyun,” tegas Legislator Senayan dari PKB tersebut.

Sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kabupaten Bandung, Cucun Syamsurijal juga menaruh perhatian tinggi terhadap masalah stunting yang di Kabupaten Bandung dinilainya masuk kategori sangat  mengkhawatirkan.

Menurutnya, perlu komitmen yang kuat dari semua pihak agar masalah stunting di Kabupaten Bandung itu bisa diatasi. Apalagi di Kabupaten Bandung saat ini masih banyak yang masuk kategori kemiskinan ekstrim.

“Indikator kemiskinan ekstrim itu salah satunya stuntingnya masih tinggi. Makanya saya minta kepada semua kepala desa agar di APBDesanya, masalah stunting ini jadi prioritas,” tegasnya.

Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN, Erisman, S.Si,M.Si, dalam pemaparannya menyampaikan tentang Pembangunan Keluarga Dalam Rangka Pencegahan Stunting. Ia menjelaskan apa itu stunting dan bahayanya.

“Stunting itu Kekurangan gizi kronis pada bayi di 1.000 Hari Pertama Kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Seorang anak dianggap mengalami stunting jika tinggi badan mereka lebih pendek dari standar usianya. Stunting sudah pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting,” urai Erisman dihapan para peserta sosialisasi.

Lebih lanjut Erisman menjelaskan, stunting berdampak pada penurunan kualitas sumberdaya manusia.

“Dalam jangka pendek, dampaknya antara lain; terganggu perkembangan otak anak, kecerdasan berkurang, terdapat gangguan pertumbuhan fisik, serta gangguan metabolism dalam tubuh. Sedangkan dampak jangka panjangnya, menurunnya kemampuan kognitif dan prestasti belajar, Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit, meningkatnya risiko memiliki penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh daerah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua,” lengkap Erisman.

Koordinator Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Provinsi Jawa Barat, Elma Triyulianti,S.Psi, M.M.Psi, menyinggung soal tugas BKKBN yang kini tak hanya mengatur soal kelahiran, tapi semakin luas yaitu bagaimana menciptakan keluarga yang berkualitas.

“Kalau dulu program BKKBN terkenal dengan KKBPK, yaitu Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga. Tahun 2019 kita mengadakan rebranding, kini menjadi Bangga Kencana, yaitu Pembangunan Keluarga Kependudukan dan Keluarga Berencana. Jadi yang diutamakan sekarang adalah pembangunan keluarganya,” ucap Elma Triyulianti, yang hadir mewakili Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat.

Selain para narasumber, acara ini juga dihadiri Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bandung, H. Muhammad Hairun, S.H, M.H, serta Bunda Genre kabupaten Bandung, Emma Deti Supriatna.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu