Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi meminta manajemen PT Pertamina (Persero) dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) meningkatkan koordinasi dalam menyelesaikan persoalan internalnya, sehingga tidak berdampak bagi kepentingan masyarakat.
“Harus diingat, yang paling dirugikan adalah masyarakat. Apalagi, di tengah suasana pandemi. Sudah selayaknya kita semua, termasuk Pertamina dan serikat pekerja, untuk saling bahu-membahu guna meningkatkan geliat ekonomi bangsa kita,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/12) kemarin, menanggapi rencana aksi FSPPB pada 29 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022.
Menurut dia, jika terdapat perbedaan pandangan antara manajemen dan serikat pekerja Pertamina sebaiknya terlebih dahulu dilakukan koordinasi untuk mencari jalan tengah sehingga jangan sampai masyarakat yang menjadi korban.
“Jangan karena ego sektoral, rakyat Indonesia dirugikan. Apalagi, sampai ada desakan mundur ke Dirut atas suatu isu yang masih simpang siur,” kata Bambang melalui keterangan tertulis.
Dia menilai tuntutan FSPPB, yang meminta Menteri BUMN mencopot Direktur Utama Pertamina, sebagai hal yang janggal, sebab persoalan jabatan direksi bukan ranah serikat pekerja, tetapi kewenangan pemilik saham.
Menurut dia, tuntutan serikat pekerja Pertamina tersebut bisa menimbulkan dugaan bahwa aksi ini sudah dipolitisasi, sehingga FSPPB diharapkan meninjau ulang rencana aksi.
“Selain itu, tentu saja bahwa Pertamina dan serikat pekerja hendaknya saling tabayyun agar tidak terpolitisasi,” katanya.
Sebelumnya, pakar hukum ketenagakerjaan Profesor Payaman Simanjuntak juga menegaskan tuntutan FSPPB terkait pencopotan jabatan Dirut Pertamina, sama sekali tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Tidak ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tidak diatur di sana. Jadi, tuntutan untuk mencopot pejabat perusahaan di luar kewenangan serikat pekerja,” kata Payaman.
Ia menambahkan urusan pencopotan atau penggantian direksi adalah urusan pendiri atau pemilik saham. “Jadi, jangan minta dirut diganti. Itu sama sekali tidak relevan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003,” tegasnya.
Kalaupun serikat pekerja seperti FSPPB menuntut, lanjutnya, maka yang relevan adalah terkait hubungan industrial seperti upah dan frekuensi pertemuan bipartit, yakni jika serikat pekerja ingin pertemuan diperbanyak.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
A. Hilmi