Ilustrasi/Ist

Jakarta, Aktual.com – Para ahli kesehatan masyarakat dunia kembali tegaskan potensi penggabungan prinsip pengurangan dampak buruk dalam upaya mengurangi risiko kesehatan masyarakat melalui produk alternatif tembakau. Pernyataan ini disampaikan dalam gelaran e-Cigarette Summit yang disiarkan secara daring dari London (6/12).

Kegiatan dua hari ini dihadiri oleh 35 ahli di bidang penelitian, kebijakan publik, dan kesehatan masyarakat yang mengupas tuntas isu pengurangan dampak buruk tembakau atau tobacco harm reduction (THR). Dalam konteks dalam negeri, berbagai produk alternatif tembakau sudah tersedia luas di pasaran, seperti rokok elektrik, tembakau yang dipanaskan (HTP), snus, serta kantung nikotin.

Namun, berbeda dengan di beberapa negara maju lain, hingga saat ini produk-produk ini belum disepakati untuk menjadi bagian dari strategi pengurangan risiko kesehatan publik oleh pemerintah.

“Mengurangi dampak buruk memerlukan strategi yang dapat menarik sebanyak-banyaknya pengguna dalam mengurangi risiko. Data Smoking Toolkit Study, University College London, menunjukkan 37 persen perokok di Inggris mencoba untuk berhenti, tetapi hanya 9 dari 100 orang yang berhasil berhenti, sedangkan 91 lainnya tidak mampu berhenti merokok atau tidak mau. Kebijakan yang sekarang mungkin cocok untuk sembilan orang tersebut. Namun, bagaimana dengan 91 lainnya?” Ungkap dosen senior King’s College London, Dr. Deborah Robson.

“Itulah mengapa pendekatan berbeda diperlukan,” lanjutnya.

Dr. Robson juga menekankan tentang pentingnya mengutamakan manfaat yang pengguna rasakan dalam mengukur keberhasilan THR. Tidak hanya dari jumlah rokok yang berhasil dikurangi, tetapi juga nafas yang lebih lega, dan rasa bersalah serta stigmatisasi yang berkurang.

Penolakan THR dibantah

Meskipun panelis setuju bahwa pendekatan THR melalui produk alternatif tembakau merupakan metode yang efektif, sayangnya masih ada penolakan terhadap produk-produk tersebut. Salah satu alasannya adanya potensi peningkatan jumlah pengguna di bawah umur atau nonperokok. Meski demikian, periset senior di Norwegian Institute of Public Health, Dr. Karl Lund, membantah kemungkinan ini.

“Produk rendah risiko memiliki peranan penting dalam pendekatan THR, selama jumlah pengguna dari kelompok perokok yang beralih lebih banyak dari pada mereka yang nonperokok. Di Swedia sendiri 60 persen pengguna snus adalah mereka yang beralih dari rokok,” Jelas Dr. Lund.

Ia juga menjelaskan bahwa secara keseluruhan, pengurangan risiko kesehatan yang berhasil dihindari dengan perokok beralih ke snus 20 kali lebih besar daripada peningkatan risiko kesehatan yang diakibatkan pengguna snus dari kelompok nonperokok.

Strategi pengurangan dampak buruk tembakau di Indonesia

Meski produk alternatif tembakau sudah semakin banyak dan beragam di Indonesia, pendekatan THR belum ditempatkan sebagai strategi pengendalian konsumsi tembakau. Namun, Pemerintah telah menunjukkan kesadaran terhadap peran inovasi dalam mengurangi dampak buruk tembakau.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim dalam webinar “Peranan Universitas dalam Mendorong Inovasi dan Mengurangi Risiko Kesehatan dan Lingkungan” yang diadakan oleh Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) (8/12) menyampaikan tentang pentingnya inovasi yang tidak hanya memiliki unsur kebaruan, tetapi juga mampu memitigasi risiko. Salah satunya inovasi pengurangan bahaya tembakau.

Hal ini merupakan perkembangan pendekatan THR yang positif di Indonesia. Harapannya ke depan produk alternatif tembakau dapat dijadikan bagian dalam strategi terpadu pemerintah dalam mengurangi risiko kesehatan masyarakat.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby