Banda Aceh, Aktual.co — Pemerintah pusat dinilai mengabaikan kewajiban menjaga perdamaian Aceh. Pasalnya, hingga kini pusat belum merealisasikan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden turunan UU Pemerintah Aceh.
“Seyogyanya, MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menjadi langkah dasar untuk penyelesaian konflik Aceh. Namun, belakangan ini amanah yang dijadikan sebagai hak dan kewajiban di dalam substansi perdamaian diabaikan oleh pemerintah pusat,” ujar juru bicara Partai Aceh, Suadi Sulaiman Laweung, kepada Aktual.co Senin (23/2). 
Suadi menilai dalam dibutuhkan ketegasan dan keberanian dari pemerintah Aceh untuk menyatakan sikap terhadap pemerintah pusat, terutama PP dan Perpres yang belakangan ini diinformasikan telah ditandatangani oleh presiden. “Tapi, sampai saat ini regulasi tersebut pun belum ada kejelasannya yang pasti,” ujar Suadi. 
Adapun PP tersebut tentang Pengelolaan Bersama Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi di Aceh, PP tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, serta Perpres tentang Pertanahan. “Begitu juga dengan qanun-qanun Aceh yang telah diproduksikan oleh Dewan Perwakilan Aceh dan persetujuan pemerintah Aceh pun ditolak, ini merupakan upaya untuk menafikan perdamaian Aceh secara massif oleh pemerintah pusat,” tegas Suadi.
Penyelesaian regulasi Aceh yang sesuai dasar mandat perdamaian menjadi bagian untuk memperkokohkan keutuhan negara, bukan perpecahan NKRI. Dia mengajak semua pihak bersatu untuk menekan pemerintah pusat agar segera merespon turunan UUPA itu.
“Pemerintah Aceh pun harus segera menggelar pertemuan dengan seluruh elemen masyarakat Aceh dalam mengambil keputusan akhir tentang turunan regulasi Aceh, termasuk hasilnya juga dilaporkan kepada Crisis Management Iniciative (CMI) sebagai mediator perundingan damai Aceh,” pungkas Suadi.

Artikel ini ditulis oleh: