Saudaraku, pernah kah berkunjung ke Borobudur? Tahukah arti nama Borobudur?

Setelah puluhan bahkan ratusan tahun para ahli berselisih pandangan tentang arti Borobudur secara etimologis, Hudaya Kandahjaya–seorang ahli Buddhisme Indonesia yang cemerlang–sepertinya telah berhasil memecahkan misteri tersebut secara lebih meyakinkan.

Nama Borobudur berasal dari bahasa Singhala “vara-budu-r” (dalam bahasa Sanskerta “vara-buddha-rupa”), yg berarti “arca Buddha istimewa”.

Mengapa dikatakan “istimewa”? Karena, seperti dijelaskan dalam prasasti Kayumwungan, candi ini dimaksudkan sebagai biara monumen yang mengumpulkan segenap kebajikan Buddha (sugatagunagana vihara) atau himpunan Dharma (dharmavrndan).

Dibangun oleh dinasti Syailendra di bawah kekuasaan Raja Samaratungga dan Pangeran Putri Pramodavarddhani, candi ini selesai dibangun dan dikukuhkan pada 26 Mei 824.

Keberadaan Borobudur, seperti tertera dalam Kitab San Hyan Kamahayanikan, terjalin erat dengan eksistensi perguruan Vajradhara bernama Budur, yang menandakan pencapaian tinggi peradaban Buddhisme di Jawa dan Sumatera saat itu, dengan pusat-pusat pendidikannya yang setara dengan perguruan Nalanda di India.

Arsitek Borubudur merancang candi ini sebagai replika dari delapan peristiwa mukjizat dalam kehidupan Buddha Sakyamuni yang terjadi di delapan situs yang tersebar di lembah Sungai Gangga, daerah Madhyadesa, India. Dengan ciri topografis yang mirip dengan lokasi Borubudur, yang berada di titik pertemuan antara Kali Progo dan kali Elo.

Pembangunan Borobudur memungkinkan umat Buddha melaksanakan ritual keliling (pradaksina) Borobudur seakan melakukan napak tilas menziarahi delapan lokasi peristiwa mukjizat tersebut.

Keberadaan Borobudur memberi kesempatan kepada para pelaku spiritual untuk meneladani laku Buddha dengan mengenangnya melalui ritual pradaksina dan anuttarapuja. “Menghayati dan mengamalkan laku Buddha berikut segala ritualnya di candi Borobudur diharapkan bisa memasuki beberapa pintu dari 84.000 pintu Dharma yang diajarkan Sakyamuni kepada para pendaki spiritual untuk meraih pencerahan spiritual terluhur.

 

Maktifat Pagi, Yudi Latif

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin