Jakarta, Aktual.co — Pakar Tata Negara Bayu Dwi Anggono menegaskan bahwa berdasarkan hukum internasional, vonis hukuman mati yang diterapkan di Indonesia legal.
Hal ini dikarenakan konvensi tentang hak sipil politik yang sudah diadopsi di UU no 12 tahun 2005, menyatakan hukuman mati diperkenankan dengan persyaratan tertentu, salah satunya hukum nasional.
“Hukum nasional kita mengakui hukuman mati (UU narkotika), dan hukuman mati ini di UU narkotika adalah bentuk tanggung jawab yang meratifikasi UU narkotika nomor 7 tahun 2007,” kata Bayu kepada Aktual.co, Senin (23/2).
Oleh karena itu, tak beralasan jika PBB dan Australia menyebut hukuman mati yang diterapkan di Indonesia tak berprikemanusiaan atau tak sesuai hukum internasional. Konstitusi bangsa Indonesia jelas melindungi rakyatnya, termasuk melindungi dari bahaya narkoba.
Dia menyebutkan bahwa dua terpidana mati asal Australia tetap akan menjalankan eksekusi mati. Keduanya saat ini tengah menunggu pengumuman waktu eksekusi dari pemerintah.
“(Mereka) sudah mengikuti tingkatan proses pengadilan. Sudah banding, kasasi, bahkan PK, dan terakhir grasi,” kata Bayu kepad Aktual.co, Senin (23/2).
Rehabilitasi yang dimaksud adalah bukan seperti rehabilitasi yang dikira. Diketahui, rehabilitasi dalam UU narkotika hanya berlaku bagi pengguna. Sementara, yang terjadi pada duo ‘Bali Nine’ adalah masa tunggu keduanya dalam berupaya mencari proses hukum sejak 2006 silam, saat mereka divonis mati oleh pengadilan negeri.
“Artinya, jangka waktu 10 tahun ini bukan rehabilitasi tapi proses mereka yang diakui sisi hukum kita. Jadi masa (sekitar) 10 tahun ini bukan rehabilitasi. Rehabilitasi di UU narkotika sekarang putusan peradilan. Kalau kita liat kan kasasi, PK, tak menghalangi pelaksanaan hukuman itu (eksekusi mati),” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















