Jakarta, Aktual.com – Pemerintah akan membatasi penyaluran pupuk bersubsidi sebagai imbas dari kenaikan harga pupuk akibat perang antara Ukraina dan Rusia yang menyebabkan terhambatnya pasokan ke dalam negeri.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa saat ini harga pupuk urea mendekati 1.000 dolar AS per ton. Seperti diketahui, Indonesia mengimpor potasium dan pupuk KCL dari Ukraina.
“Dilihat dari penggunaan dalam negeri, ada yang subsidi dan non subsidi. Tentu akan ada pembatasan terkait komoditas,” kata Menko Airlangga saat memberikan keterangan pers yang dipantau secara virtual, Selasa (5/4).
Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah akan memprioritaskan pemberian pupuk bersubsidi untuk komoditas tertentu, yakni padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, tebu rakyat dan kakao.
Presiden Joko Widodo, kata Airlangga, mewanti-wanti agar penyaluran pupuk bersubsidi dapat tepat sasaran sesuai komoditas prioritas, sehingga tidak terjadi kelangkaan pupuk.
“Para petani bisa menerima pupuk, sehingga tentunya harga pupuk tidak membuat kelangkaan pupuk dan pada akhirnya mendorong ketersediaan pangan yang aman,” kata Airlangga.
Airlangga menambahkan bahwa kenaikan harga berbagai komoditas, terutama pangan dan energi merupakan dampak dari kondisi geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
Indeks harga pangan secara global, berdasarkan data lembaga pangan dunia FAO, tercatat di atas 140 dan komoditas minyak nabati meningkat di atas 200.
Sebelumnya, PT Pupuk Indonesia (Persero) memastikan ketersediaan bahan baku untuk produksi pupuk subsidi maupun non subsidi seperti fosfat dan kalium masih tercukupi dan dalam kondisi aman setidaknya sampai semester 1 2022.
“Kami sudah mengantisipasi kebutuhan bahan baku ini dengan melakukan pengadaan jangka panjang sehingga cukup untuk memproduksi kebutuhan produksi NPK,” kata SVP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Wijaya Laksana.
Menurut Wijaya, ketersediaan bahan baku adalah upaya perusahaan memenuhi kebutuhan pupuk nasional di tengah ketidakpastian global dampak dari pandemi COVID-19 hingga dampak dari konflik Rusia dengan Ukraina.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra