Tangkapan Layar, Analis Politik, Arif Nurul Imam dalam diskusi virtual yang bertajuk “PJ Gubernur Babel Bisa Kerja Apa?, Selasa (17/5).

Jakarta, Aktual.com – Beberapa waktu lalu Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri), Tito Karnavian secara resmi melantik Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Ridwan Djamaluddin di Ruang Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Kamis (12/5).

Menyoroti hal tersebut, Analis Politik, Arif Nurul Imam menilai bahwa PJ Gubernur Ridwan Djamaluddin tidak bias kerja maksimal.

Arif mengatakan Pj gubernur sejatinya merupakan kebijakan polotik akibat dari akibat pelaksanaan serentak yang seharusnya dilaksanakan tahun ini, kemudian juga masih merangkap Jabatan sebagai Direktur Jendral (Dirjen) Menerba di Kementerian ESDM.

“PJ gubernur ini yang saya lihat dari kekuranganya hanya adalah, masih ada rangkap jabatan ketika menjadi PJ Gubernur” kata Arif dalam diskusi virtual yang bertajuk “PJ Gubernur Babel Bisa Kerja Apa?, Selasa (17/5).

Selanjutnya, Arif mengatakan bahwa ketika seorang Gubernur masih merangkap jabatan maka kinerjanya tidak akan terpecah kosentrasinya dan masyarakat tidak bias berharap banyak.

“Artinya jika PJ ini tidak memilih salah satu atau mengundurkan diri jabatan itu jelas kita tidak bisa berharap banyak terhadap kinerja yang bisa maksimal mengemban jabatan sebagai PJ Gubernur” ujarnya.

Kemudian, sambung Arif, Regulasi juga sebagai Efektifitas yang kurang maksimal yang akan membatasi seorang PJ Gubernur.

“Efektifitas yang kurang maksimal dari sisi regulasi dimana seorang Pj gubernur dibatasi oleh aturan-aturan yang tidak bisa melakukan trobosan, seorang PJ gubernur secara regulasi tidak bisa membuat trobosan kebijakan baru, ini juga mengapa masyarakat juga tidak bisa berharap banyak terhadap Pj Gubernur, bukan soal kapasitanya sebagai seorang PJ gubernur yang bermasalah tapi soal regulasi” tambahnya.

Untuk pemimpin seorang gubernur tentu saja legitimasi politik sangat dibutuhkan karena harus mengkomunikasikan dengan banyak kekuatan sosial politik, harus bisa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat lokal, dengan organisasi kepemudaan lokal dengan kekuatan-kekuatan civil lokal.

“Efektifitas yang lain saya lihat juga dari sisi politik, seorang Pj Gubernur tidak memiliki legitimasi politik yang kuat dihadapan masyarakat”terang Arif.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra