Jakarta, Aktual.co —Maraknya temuan jaringan prostitusi online di DKI Jakarta dianggap merupakan bukti lemahnya Pemprov DKI dalam penegakan hukum dan upaya pencegahan.
Disampaikan pengamat tata kota Yayat Supriatna, DKI sebenarnya sudah punya Peraturan Daerah yang mengatur tentang prostitusi. “Yakni Perda ketertiban yang melarang kegiatan prostitusi baik bagi penyedia, fasilitasi, atau penjaja dan pemakainya,” kata Yayat kepada Aktual.co, Senin (11/5).
Sayangnya, kata Yayat, peraturan tersebut tak lebih dari sekedar papan pengumuman alias bagaikan macan ompong. Dendanya juga terbilang ringan. “Nilainya sangat kecil dan tidak berarti,” kata dia.
Yayat pun menyarankan nilai denda terhadap si penyedia jasa dinaikkan, sehingga bisa memberi efek jera. Dia bahkan menyarankan jangan hanya si PSK dan penyedia yang dihukum, tapi juga pengguna jasanya. Bahkan kalau perlu nama-nama mereka diumumkan sehingga ada rasa malu atau dipermalukan. 
“Selama masih ada supply dan demand-nya, maka prostitusi akan terus terjadi dengan berbagai cara. Cara on line hanya modus dengan memanfaatkan teknologi,” sambung Yayat.
Akan tetapi, saat ditanyakan tentang ide yang pernah dilontarkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk lokalisasi dan sertifikasi para PSK, Yayat menampik. Kata dia, ide itu jelas bertentangan dengan Perda no 8 tahun 2007. “Silahkan aja baca pasal-pasalnya,” ujar Yayat.
Dari penelusuran Aktual.co, tertulis di Pasal 42 ayat (2) Perda DKI 8/2007 setiap orang dilarang:a.menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial;b.menjadi penjaja seks komersial;c.memakai jasa penjaja seks komersial.
Orang yang melanggar ketentuan ini dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000 dan paling banyak Rp. 30 juta (Pasal 61 ayat [2].

Artikel ini ditulis oleh: