Jakarta, Aktual.co — Tersangka kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Cirebon, Tasiya Soemadi lagi-lagi mangkir dari panggilan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung). Meski sudah ditetapkan sebgai tersangka sejak 16 Februari 2015 lalu, Tasiya yang juga Wakil Bupati Cirebon itu belum juga ditahan oleh jaksa penyidik.
“Yang bersangkutan kembali tidak hadir. Kemungkinan akan kita jemput paksa. Upaya jemput paksa ada di dalam ketentuan perundang-undangan apabila tersangka tidak kooperatif,” kata Kapuspenkum Tony T Spontana ketika dikonfirmasi, Senin (11/5).
Berdasarkan pasal 90 ayat 1 UU nomor 23 tahun 2014 disebutkan bahwa proses penyidikan yang kemudian berlanjut dengan penahanan kepada kepala daerah yang tersangkut kasus pidana harus ada persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Atas hal tersebut, pihak Kejagung telah mengirim surat ke Kemendagri untuk melakukan penjemputan paksa untuk kemudian dilakukan penahanan.
Sedangkan pada pasal 90 ayat 2 UU nomor 23 tahun 2014 juga disebutkan bahwa apabila tidak ada respons dari Kemendagri terhitung 30 hari sejak dikirimkannya surat pemberitahuan tersebut, maka jaksa mempunyai wewenang untuk menahan yang bersangkutan.
Dalam penanganan kasus korupsi penggunaan APBN Kabupaten Cirebon untuk belanja hibah dan bansos tahun 2009-2012, Wakil Bupati Cirebon Tasiya Soemadi yang telah menjadi tersangka tak kunjung ditahan. Padahal 2 tersangka lainnya telah ditahan.
Penahanan tersebut dilakukan pada Senin (16/2) lalu, namun Tasiya masih melenggang bebas hingga kini. Jaksa mengaku telah mengirim surat untuk meminta persetujuan menteri.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan 3 tersangka yaitu Wakil Bupati Cirebon Tasiya Soemadi, serta 2 nama selaku DPC Koordinator Penyerahan Bansos yaitu Subekti Sunoto dan Emon Purnomo. Modus yang digunakan yaitu dengan penyunatan dana bansos, anggaran tidak sesuai peruntukan dan penerima dana fiktif. Atas kasus ini, perhitungan sementara negara dirugikan Rp 1,8 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby