Jakarta, Aktual.co — Romli Atmasasmita adalah saksi ahli pertama yang dihadirkan dalam sidang lanjutan praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2).
Saat memberikan kesaksian, Profesor hukum pidana ini sempat melayangkan instruksi kepada hakim tunggal Sarpin Rizaldi bahwa pertanyaan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Budi Gunawan sering diulang-ulang.
Di awal persidangan, Romli sempat menceritakan secara ringkas awal mula pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dirinya juga menjelaskan bahwa perlunya 5 pimpinan KPK supaya tidak terjadi abuse of power dan penyalahgunaan kewenangan.
“Apabila terjadi kekosongan di tubuh pimpinan, maka KPK harus segera melayangkan surat kepada Presiden untuk mencari penggantinya,” tegas Romli saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini juga menjelaskan awal mula kenapa penyidik dan penuntut di KPK berasal dari instansi kepolisian dan kejaksaan.
“Awal mulanya KPK berkeinginan untuk memiliki penyidik independen, namun karena hal tersebut akan memakan waktu yang lama untuk penyesuaian, pelatihan, penandatanganna sertifikat, pengalaman dan sebagainya, untuk efisiensi, akhirnya KPK merekrut penyidik dan penuntut dari kepolisian dan kejaksaan,” jelas Romli.
Usai penjelasan tersebut, tim kuasa hukum BG diberikan kesempatan untuk melontarkan beberapa pertanyaan. Salah satu kuasa hukum dalam pertanyaannya kepada Romli kembali menanyakan pentingnya pimpinan KPK harus berjumlah 5 orang.
”Seberapa pentingkah KPK supaya harus memiliki pimpinan sebanyak 5 orang? Dan kenapa penyidik dan penuntut harus berasal dari kepolisian dan kejaksaan?,” tanya salah seorang kuasa hukum BG.
“Saya kira tadi sudah saya jawab cukup jelas di awal,” timpal pengagas berdirinya KPK ini.
Kemudian, kuasa hukum BG kembali melontarkan pertanyaan terkait pasal 32 UU KPK ayat 1 dan 2 mengenai pemberhentian atau pengunduran diri pimpinan KPK.
“Pasal 32 UU KPK disebutkan pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan dengan menyebut beberapa syarat. Seingat anda, ketika seseorang sudah mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK, apakah dia masih punya hak untuk melakukan kewenangan sebagai pimpinan KPK? Apakah ini berhubungan dengan pemberhentian KPK itu harus dengan keputusan Presiden?,” tanya kuasa hukum BG.
“Sesuai pasal 1 ayat 1, berhenti atau diberhentikan, pengunduran diri atau berhenti itu normal. Tapi kalau berpijak pada ayat 2, itu diberhentikan sementara. Jadi sebetulnya yang memberhentikan adalah yang mengangkat, yaitu Presiden. Kalau ada pengunduran diri, tak perlu ada surat pengunduran diri, cuma memberitahu bahwa pimpinan KPK mengundurkan diri kepada Presiden lewat surat,” jelasnya.
“Saya kira penafsiran antara ayat 1 dan 2 dalam satu pasal maknanya tidak bisa dibedakan, karena itu satu kesatuan. Lagipula, semua sudah saya jelaskan di awal, jadi saya tak perlu mengulangi lagi,” cetus Romli.
Setelah Romli menolak untuk menjawab pertanyaan kubu Budi Gunawan, lantas hakim Sarpin pun terpancing untuk angkat bicara.
“Saya kira saudara pemohon, apabila tadi di awal sudah jelas dijelaskan, tolong jangan diulang lagi untuk ditanyakan. Tadi di awal saudara saksi sudah menyebut telah menjelaskan secara lengkap, jadi tolong langsung ke pokok permasalahan,” kata Hakim.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















