Jakarta, Aktual.com – Ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM) yang juga Grand Sheikh Al-Azhar, Ahmad Al-Tayeb, mengajak tokoh agama dunia lebih vokal dalam menyuarakan ancaman perubahan iklim.

“Kita, para pemuka dan tokoh agama, punya kewajiban untuk menyuarakan hal ini kepada para pemegang kebijakan dan pemilik kekayaan besar,” kata Ahmad Al-Tayeb dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (5/11).

Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad Al-Tayeb dalam Forum “Dialog Antaragama dan Tantangan Abad Ke-21” di Masjid Istana Sakhir, Manama, Bahrain, Jumat (4/11).

Sidang tahunan itu dipimpin langsung oleh Ketua MHM sekaligus Grand Sheikh Al-Azhar bersama Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus.

Ia menegaskan Islam mengharuskan umatnya untuk menjaga lingkungan hidup, mengembangkan, dan melestarikan sumber dayanya. Islam melarang aksi menebang pohon dan tumbuh-tumbuhan atau menenggelamkannya ke dalam air untuk tujuan merusak.

Syeikh Al-Tayeb mengingatkan bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi dan sikap sewenang-wenang terhadap sumber daya alam di mana manusia diberi amanat untuk menjaga dan memakmurkannya, adalah sesuatu yang berlawanan dengan kehendak Allah.

Menurut Grand Syeikh, pemegang kebijakan dan pemodal harus berpikir tentang masa depan mereka sebelum masa depan orang lain. Mereka harus berbuat, suka atau tidak suka, untuk mengatasi bencana ini.

“Tidak penting bagi kita apakah mereka mau mendengarkan seruan kita atau mau menutup telinga. Jalan yang kita tempuh, sebagai pemeluk agama samawi, adalah jalan Nabi yang mendapat wahyu dari atas langit ketujuh: ‘Sesungguhnya kamu hanya bertugas menyampaikan’,” kata dia.

Sebelumnya, Cendekiawan Muslim Indonesia Quraish Shihab dalam forum tersebut menyoroti bahwa isu perubahan iklim merupakan salah satu dari banyak tantangan besar umat manusia.

Menurutnya, perubahan iklim merupakan bukti nyata kelemahan manusia untuk mengendalikan naluri konsumtifnya dan kerakusannya pada hal-hal yang bersifat materi yang menghancurkan sumber daya alam yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Hal itu pada gilirannya mengancam masa depan kita dan semakin menambah parah tragedi dunia berupa kelaparan, kemiskinan, dan keterpinggiran,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin