Surabaya, Aktual.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Kota Surabaya, Jawa Timur pada Senin (6/2).
Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf saat konferensi pers jelang muktamar di Surabaya, Ahad (5/2), mengatakan, forum itu menghadirkan 15 pakar dari dalam negeri maupun mancanegara sebagai pembicara kunci.
“Kelima belas pemaparan para mufti dan ahli hukum Islam tersebut mengulas berbagai persoalan kontemporer dari sudut pandang Islam, mulai dari format negara-bangsa, relasi dengan non-muslim, hingga tata politik global. Salah satunya pembahasan tentang posisi Piagam PBB di mata syariat Islam,” kata dia.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, berharap hasil muktamar dapat menginisiasi bergulirnya wacana mengenai fikih peradaban dalam konteks global.
“Tujuan dari muktamar adalah menginisiasi diskursus wacana tentang peradaban seperti apa yang hendak kita inginkan bagi masa depan umat manusia,” ujar dia.
Gus Yahya berharap para ulama internasional dapat bersinergi dalam mengupayakan wacana tersebut.
Menurut dia, ada kekosongan cukup besar di tengah arus wacana toleransi dan moderasi beragama. Karenanya, melalui muktamar ini, PBNU ingin menjaring pandangan para ulama ahli fikih mengenai hal tersebut.
“Kami hendak memulai satu perbincangan wacana yang serius di kalangan para ulama ahli fikih tentang bagaimana sebetulnya wawasan peradaban itu dikaitkan dengan nilai syariah yang valid,” kata kiai kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 56 tahun lalu itu.
Gus Yahya menegaskan, Muktamar Internasional Fiqih Peradaban bukan satu agenda yang kecil, melainkan agenda raksasa. Sebab, hal tersebut melewati pergulatan yang tidak ringan. Dia memberanikan diri untuk melaksanakannya sebagai proses keilmuan yang valid untuk kebaikan di masa depan.
“Proses keilmuan yang valid tentang bagaimana umat Islam memperjuangkan masa depan peradaban lebih baik untuk semua orang,” katanya.