Yogyakarta, aktual.com – Pimpinan Pusat Aisyiyah (PP ‘Aisyiyah) secara tegas mendorong terwujudnya pelayanan yang baik dan inklusif kepada kelompok difabel. Sekretaris Umum PP ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah bahkan menyatakan Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) menjadi perspektif ‘Aisyiyah dalam mewujudkan inklusivitas.
“’Aisyiyah sejak awal kelahirannya sudah berpikir dan menggunakan perspektif GEDSI terutama bagaimana kita mendorong pada kelompok yang belum terperhatikan oleh layanan dasar dan kebijakan pemerintah. Ini kemudian kita dorong bersama sama agar mendapatkan layanan yang baik,” kata Tri dalam Diskusi Mendorong Layanan Kesehatan Ramah Disabilitas pada Kamis (9/2) kemarin.
Dalam diskusi tersebut, Tri Hastuti menyatakan semua kader ‘Aisyiyah harus terus berupaya agar pembangunan kesehatan mampu memberikan akses pada semua. Termasuk kepada kalangan Difabel.
“Ibu-ibu pasti sudah tahu tagline tak seorangpun boleh ditinggalkan, artinya saudara kita teman-teman difabel juga harus mendapatkan layanan yang sama seperti kita semua. Sehingga mereka juga terpenuhi hak kesehatannya,” sambungnya seperti dilansir dari situs Muhammadiyah.
Tri berharap agar diskusi itu dapat menjadi referensi dan panduan dalam melakukan advokasi di semua level pemerintahan untuk mewujudkan layanan kesehatan yang ramah bagi difabel. Dia menuturkan, semangat No One Left Behind bukan lagi hadir sebagai jargon dan mimpi, melainkan juga harus menjadi kenyataan.
“Sehingga betul-betul No One Left Behind akan betul menjadi kenyataan bukan sekedar mimpi dan jargon,” tegasnya yang juga merupakan Koordinator Program Inklusi ‘Aisyiyah.
Diskusi ini juga menghadirkan aktivis Gender and Social Inclusion Specialist, Indana Laazulva dan Hannie Permatasari yang merupakan Kepala Puskesmas Sentolo II, Bantul yang telah menerapkan layanan kesehatan ramah difabel di lokasinya bertugas.
Dalam kesempatan tersebut, Indana menyebutkan data dan fakta bahwa 8.56 persen penduduk Indonesia merupakan penyandang difabel. Menurutnya kondisi penyandang difabel di Indonesia masih memiliki tingkat partisipasi yang rendah dalam berbagai sektor, seperti pendidikan, pelatihan, penempatan kerja, hingga tersisih dari lingkungan sosial.
Artikel ini ditulis oleh:
Megel Jekson