Jakarta, Aktual.com – Delegasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini Hanafi baru saja pulang dari kegiatan konferensi the Coastal Fisheries Initiative yang diselenggarakan oleh GEF-6 (Global Environment Facility) di Dakar, Senegal.
Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 20-25 Februari 2023 itu dalam rangka pertemuan antara 6 negara berkaitan dengan progres, pembelajaran, pertukaran informasi, dan upaya-upaya pengembangan sektor kelautan dan perikanan khususnya perikanan pantai yang pendanaannya difasilitasi oleh GEF-6. Keenam negara dimaksud yaitu Peru, Ekuador, Cabo Verde, Pantai Gading, Senegal, dan Indonesia.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Ridwan Mulyana yang merupakan salah satu peserta delegasi dari DJPT, dalam kesempatan wawancara khusus dengan awak media menyampaikan pengalamannya mengikuti kegiatan tersebut.
Ridwan mengatakan melalui anggaran yang disediakan oleh GEF-6, DJPT berkesempatan bertukar informasi, pembelajaran, dan mempelajari praktik-praktik pembangunan perikanan khususnya skala kecil di Indonesia. Diketahui bahwa perikanan skala kecil telah berkontribusi nyata bagi produksi (sekitar 80%) perikanan nasional, disamping juga terhadap serapan tenaga kerja. Hal yang sama juga di negara-negara pantai lain pada umumnya.
“Ini adalah forum kerjasama inisiatif dan upaya pengembangan perikanan pantai di 6 negara. Ada beberapa pembelajaran yang dilakukan antar negara dimana masing-masing negara memiliki karakteristik dan ciri khas dalam pengelolaan perikanan pantai. Masing-masing negara mengidentifikasi faktor kunci bagi praktik pengelolaan perikanan yang mencakup co-management, pemberdayaan perempuan nelayan, usaha dan pendanaan bagi nelayan. Juga dilakukan diskusi dan bertukar pengalaman untuk mendapatkan praktek-praktek terbaik atau best practices,” jelas Ridwan saat ditemui wartawan, Rabu (8/3/2023).
Ridwan mengatakan dalam pertemuan tersebut Indonesia memperkenalkan konsep “sasi”, suatu kearifan lokal dalam pengelolaan berbasis masyarakat adat di wilayah Timur Indonesia (Tual) yang dibina lebih lanjut oleh Pemerintah dalam hal fasilitasi pelatihan, sosialisasi, konsultansi dan pemasaran produk perikanan hasil sasi.
“Beberapa negara tertarik dengan konsep co-management yang sudah dilakukan Indonesia.
Disamping itu kita menyampaikan bahwa pengelolaan perikanan kita sudah dilaksanakan dengan pendekatan ekosistem atau EAFM (Ecosystem Approach for Fisheries Management),” terang Ridwan.
Pendekatan EAFM kata Ridwan merupakan pengelolaan yang bersifat multidimensional meliputi segenap aspek yang terlibat dalam suatu sistem antara lain aspek sumberdaya ikan, ekologi/lingkungan, teknologi, ekonomi, sosial dan aspek lainnya yang dianggap relevan.
Misalnya kata Ridwan, berbicara tentang sumberdaya ikan, tidak terlepas dari kondisi kesehatan laut dan lingkungan pendukungnya termasuk habitat seperti terumbu karang, mangrove, atau padang lamun, juga penting untuk mengetahui intervensi atau dampak sosial berupa upaya intensitas penangkapan (teknologi) dan karakter serta motif masyakarat untuk menangkap ikan (sosial ekonomi).
“Sehingga aspek-aspek tersebut perlu kita kenali, kita identifikasi dan pelajari hubungan sebab-akibatnya dalam suatu model pengelolaan untuk dianalisis lebih lanjut,” tambahnya.
Dalam konferensi tersebut menurut Ridwan, ada beberapa praktik pengelolaan yang bisa dicontoh dari negara lain misalnya dalam hal pengelolaan Kawasan mangrove di negara Peru.
“Kami mellihat di Peru pengelolaan kawasan mangrove nya sudah terintegrasi dengan baik, didukung oleh fasilitas laboratorium yang cukup lengkap untuk meneliti, memantau, dan pengembangbiakan jenis-jenis ikan tertentu khususnya kekerangan. Selanjutnya dilakukan restocking jenis kerang-kerang yang sudah terindikasi punah dilepasliarkan ke Kawasan mangrove,” jelasnya lagi.
Dalam kegiatan tersebut juga kata Ridwan, delegasi Indonesia berkesempatan melakukan kunjungan dialog/diskusi serta mengunjungi sentra-sentra perikanan yang ada di Senegal yakni Pelabuhan Dakar dan juga Pelabuhan perikanan tradisional.
“Kita berkesempatan mengunjungi Kedutaan Besar Indonesia di Dakar, juga kantor Kementerian yang menangani Perikanan untuk menggali informasi dan peluang di bidang perikanan dan kelautan. Kita juga melihat langsung di lapangan yakni pelabuhan perikanan, dan perusahaan perikanan,” terangnya.
Beberapa hal yang kita dapatkan yaitu bahwa Senegal ingin mempelajari lebih lanjut dari Indonesia terkait pengolahan udang menjadi produk bernilai tambah lebih tinggi, juga budidaya perikanan. Mereka butuh technical assistance,” jelasnya lagi.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra