Bogor, Aktual.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan program perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Program/FIP) gurita di perairan Sulawesi. Program ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan perikanan gurita yang berdampak pada peningkatan daya saing produk perikanan gurita di pasar global serta meningkatkan perekonomian nelayan skala kecil.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ridwan Mulyana menyampaikan FIP menjadi salah satu upaya perwujudan praktik dan pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia serta perwujudan kebijakan penangkapan ikan terukur yang menjadi prioritas KKP.
“Program ini dilakukan di perairan Sulawesi yang meliputi wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713, 714, 715 dan 716 yang akan memberikan manfaat bagi komunitas dan kalangan industri dengan mendukung pertumbuhan pasar global untuk makanan laut yang berkualitas tinggi dan berasal dari sumber yang bertanggung jawab (responsibly-sourced),” ungkap Ridwan, Kamis (16/3).
Dalam pelaksanaan FIP gurita ini, telah terjalin kolaborasi dengan lembaga non pemerintah (NGO) lokal, yaitu Yayasan Pesisir Lestari (YPL) yang memimpin berjalannya program ini bersama dengan Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI) dan Sustainable Fisheries Partnership (SFP) serta komunitas-komunitas lokal di Sulawesi.
Indah Rufiati Fisheries Lead, Yayasan Pesisir Lestari mengatakan perikanan yang dikelola secara lokal dapat menjadi salah satu upaya yang paling berkelanjutan dalam membantu melindungi ekosistem kritis seperti terumbu karang, sekaligus pula mendukung mata pencaharian masyarakat luas.
“Inisiatif seperti ini menunjukkan tindakan yang dipimpin masyarakat dapat memenuhi standar internasional untuk keberlanjutan bahan pangan dari laut. Masyarakat mengambil langkah sebagai perintis dalam melindungi perikanan ini dan pantas mendapatkan pengakuan pasar serta manfaat jangka panjang yang berkaitan dengan mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Dessy Anggraeni, Direktur Program SFP Indonesia mengungkapkan lebih dari 60% ekspor gurita Indonesia ditujukan pada pasar-pasar yang permintaannya terhadap keberlanjutan, tinggi dan terus bertumbuh, seperti ke Amerika Serikat, Italia, Australia, Jepang dan Prancis. Menurutnya, persyaratan keberlanjutan di pasar ekspor sangat menantang bagi perikanan skala kecil.
“Di SFP kami sangat senang melihat dimulainya FIP di perikanan gurita skala kecil, yang merupakan sumber penghidupan dan pendapatan penting bagi banyak masyarakat pesisir,” tuturnya.
Gayatri Reksodiharjo, Direktur LINI menjelaskan beberapa upaya pengelolaan gurita dan konservasi habitat yang dilakukan oleh kelompok nelayan di Sulawesi sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu dan telah memberikan dampak positif. Terdapat 35 proyek pengelolaan perikanan berbasik komunitas yang mengamankan perikanan gurita di area cakupan hampir 2.500 hektar perairan laut dengan keragaman biota dan terumbu karang.
“Pengelolaan ini menggunakan pendekatan penutupan sementara (Sasi) dimana masyarakat akan menutup area penangkapan gurita selama periode tertentu untuk memungkinkan gurita bereproduksi dan menjadi dewasa, mengisi kembali stok, dan meningkatkan keberlanjutan perikanan gurita dan nilai tangkapan,” jelasnya.
Seperti diketahui nelayan skala kecil Indonesia banyak yang bergantung pada perikanan gurita sebagai sumber penghasilan karena nilai ekonominya yang tinggi. Semakin bertumbuhnya permintaan terhadap gurita di pasar global, terutama spesies Octopus Cyanea, menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap ketersediaan stok.
Saat ini, organisasi konservasi yang terlibat dalam perikanan gurita di Sulawesi menjalin kemitraan untuk mulai melakukan FIP gurita yang didesain untuk memenuhi standar internasional makanan laut yang berkelanjutan, meningkatkan keberlanjutan dan nilai perikanan skala kecil, serta mengurangi risiko eksploitasi berlebihan.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra