Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus memandang agar persyaratan bakal calon legislatif (Bacaleg) hendaknya tidak terkesan memberatkan, melainkan dipermudah sesuai peraturan perundangan.

“Bagaimana persyaratan untuk bakal calon anggota legislatif dari pusat sampai ke daerah dipermudah dan jangan sampai merepotkan. Tetapi tetap harus mengacu kepada aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Jangan terkesan memperberat persyaratan,” ujar Guspardi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (17/4).

Dia menyebut bahwa saat rapat konsinyering antara Komisi II DPR RI bersama Pemerintah dan penyelenggara pemilu yakni KPU, Bawaslu dan DKPP beberapa waktu lalu, disepakati pada prinsipnya persyaratan untuk Bacaleg jangan sampai memberatkan tetapi tetap harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ia lantas mempertanyakan syarat surat keterangan pengadilan tidak pernah dipidana dengan ancaman lima tahun yang berlaku untuk semua calon anggota legislatif di Pemilu 2024, di mana ketentuan itu akan diatur lewat Peraturan KPU (PKPU) soal pencalegan.

Selain itu, tambah dia, dalam rancangan PKPU persyaratan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa cukup dengan surat pernyataan dari Bacaleg yang bersangkutan.

“Tidak harus dikeluarkan oleh Departemen Agama atau lembaga lain seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lain sebagainya, atau yang Kristen oleh pendeta dan lain sebagainya?” tuturnya.

Guspradi juga menyinggung syarat-syarat lain yang tidak membutuhkan surat keterangan dari sebuah Institusi atau lembaga.

“Seperti syarat bisa membaca dan menulis bagi seseorang yang hendak mendaftarkan diri sebagai Bacaleg juga tidak harus dikeluarkan oleh institusi seperti lembaga bahasa. Ini kan membuat Bacaleg tidak terbebani,” imbuhnya.

Lebih lanjut dia menilai terkait syarat surat keterangan dari pengadilan semestinya hanya ditujukan kepada Bacaleg yang berstatus mantan terpidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih dari pengadilan negeri.

Sementara, ujarnya lagi, Bacaleg yang tidak pernah dipidana tidak perlu mengurus dokumen tersebut dan cukup melampirkan surat pernyataan dari yang bersangkutan tidak pernah di pidana.

Kemudian, membuat surat pernyataan di atas materai yang menyatakan apabila di kemudian hari terbukti pernah dipidana dengan ancaman lima tahun lebih, maka yang bersangkutan akan dianulir pencalonannya sebagai calon legislatif.

“Dan bersedia mundur atau dilakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) keanggotaannya di dewan jika mereka terpilih nantinya. Barangkali ini bisa menjadi solusi yang tepat dan lebih fair,” kata anggota Baleg DPR RI itu

Sebelumnya, Rabu (12/4), Komisi II DPR RI menyetujui dua rancangan peraturan komisi pemilihan umum (RPKPU) masing-masing terkait pencalonan anggota DPR dan DPRD, serta mengenai pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD.

“Komisi II DPR RI bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyetujui RPKPU sebagai berikut Rancangan PKPU tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta Rancangan PKPU tentang Perubahan Kedua PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari telah memaparkan sejumlah hal yang diatur lembaganya dalam dua RPKPU itu, di antaranya dalam RPKPU terkait pencalonan anggota DPR dan DPRD, tahapan pencalonan meliputi pengajuan bakal calon, verifikasi administrasi, penyusunan daftar calon sementara, dan penetapan daftar calon tetap.

Berikutnya mengenai RPKPU tentang Perubahan Kedua PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD, KPU memberikan penambahan syarat bakal calon anggota DPD, sebagaimana ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.

Syarat tersebut di antaranya adalah bakal calon tidak pernah menjadi terpidana, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelaku mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.

Kedua, mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang kepada publik.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Rizky Zulkarnain