Beranda Regional Legal Manager PT ICC (Indogrosir Makassar) Beri Keterangan Palsu?

Legal Manager PT ICC (Indogrosir Makassar) Beri Keterangan Palsu?

Aksi penutupan Indogrosir Makassar dengan tumpukan batu oleh pihak Ahli Waris Tjoddo
Aksi penutupan Indogrosir Makassar dengan tumpukan batu oleh pihak Ahli Waris Tjoddo

Makassar, Aktual.com – Penutupan Paksa gerbang Indogrosir yang bangunannya berdiri di Kilometer 18, Jalan Perintis kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan, pada 22-25 Mei 2023 lalu, dengan timbunan batu gunung oleh ahli waris Tjoddo, berlanjut dengan penjelasan dari PT Inti Cakrawala Citra (ICC) yang mengklaim memiliki tanah tersebut.

Inriwan Widiarja, SH selaku Legal Manager PT ICC menyampaikan keterangan bahwa tanah di Kilometer 18 itu telah dibeli oleh PT ICC pada tahun 2016 dengan bukti kepemilikan tanah berupa Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 21970/Pai, atas nama ahli waris Tjonra Karaeng Tola.

Keterangan tersebut disangkakan tidak benar. Pasalnya, berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 1963 Pasal 1, jelas tertulis:

“Badan-Badan Hukum yang disebut di bawah ini dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah, masing-masing dengan pembatasan disebutkan pada Pasal 2, 3 dan 4 Peraturan ini:

a). Bank-Bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut “Bank Negara”).

b). Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 [Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 139].

c). Badan-Badan Keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Agama.

d). Badan-Badan Sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Sosial.

Kemudian juga merujuk UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20 ayat (1), yang lengkapnya berbunyi/tertulis: “Hak Milik adalah Hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”.

Inti dari kedua Ketentuan Hukum tersebut adalah bahwa:

a. Hak milik hanya diberikan kepada orang-perorangan.

b. Badan Hukum yang dapat memiliki tanah hanyalah a). Bank Negara.

b). Perkumpulan Koperasi Pertanian.

c). Badan Keagamaan, dan

d). Badan Sosial.

Karena itu, berdasarkan kedua Ketentuan Hukum tersebut, PT ICC tidak dapat memiliki tanah.

Sertifikat HGB tanah Tjoddo
Sertifikat HGB tanah Tjoddo 

Keterangan Inriwan Widiarja, bahwa tanah tersebut dibeli oleh PT ICC dengan bukti kepemilikan, merupakan keterangan yang bukan semestinya, atau tidak benar, alias palsu, karena bertentangan dengan Ketentuan Hukum, yakni PP Nomor 38 tahun 1963 Pasal 1, dan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20 ayat (1).

Keterangan lain yang tidak benar yang diungkapkan Inriwan Widiarja, adalah perihal tanah tersebut dibeli oleh PT ICC dengan bukti kepemilikan berupa Hak Guna Bangunan [HGB] Nomor 21970/Pai, atas nama ahli waris Tjonra Karaeng Tola.

Sebab, Berdasar UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 35 ayat (1), berbunyi/tertulis: “Hak Guna Bangunan adalah Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun”.

Lalu, ada pula PP No.40 Tahun 1996 Pasal 24 ayat (1) yang berbunyi/tertulis: “Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian izin pemegang Hak Milik dengan Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah”.

Inti dari Ketentuan Hukum tersebut adalah: Penerbitan SHGB atas Tanah Hak Milik, harus berdasarkan pemberian izin dari Pemilik Tanah yang dibuat dalam Akta PPAT.

Namun, faktanya, berdasarkan Kedua Ketentuan Hukum tersebut:

a. Tanah yang padanya dibangun Gedung PT ICC [Indogrosir] berstatus Hukum sebagai Tanah Hak Milik Belum Bersertifikat, sedemikian berdasarkan Ketentuan Hukum id est : Pasal 1 huruf “g” Permenag/Kepala BPN RI No.1 Tahun 1994, bukan milik PT ICC [Indogrosir], dan oleh karena itu sebelum dibangun Gedung PT ICC [Indogrosir] harus terlebih dahulu meminta izin kepada Pemilik Tanah Milik Adat/Tanah Hak Milik Belum Bersertifikat.

b. Ternyata, Pembangunan Bangunan/Gedung Indogrosir, pada Tanah Milik Adat tersebut dilakukan tanpa terlebih dahulu meminta izin dari Pemilik Tanah Milik Adat [Tjoddo bin Lauma], sehingga bertentangan dengan Ketentuan Hukum id est: a). Pasal 35 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960. b). Pasal 24 ayat (1) PP No.40 Tahun 1996.

Keterangan berikutnya, yang juga tidak benar, dari Inriwan Widiarja adalah perihal ahli waris Tjonra Karaeng Tola yang berjumlah 54 [lima puluh empat] orang.

Sebab, berdasarkan Pasal 832 KUH Perdata, berbunyi/tertulis: “Menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama semua menurut peraturan tertera dibawah ini”.

Dengan demikian, berdasarkan Ketentuan Hukum id est: Yang menjadi ahli waris dari almarhum adalah keluarga sedarah /anak-anak kandung dan suami atau istri yang hidup terlama.

Faktanya, terkait SHGB Nomor 21970/Pai, menurut Inriwan Widiarja, SHGB Nomor 21970/Pai itu atas nama ahli waris Tjonra Karaeng Tola. Sedangkan, di SHGB Nomor 21970/Pai, pemiliknya adalah 54 [lima puluh empat] orang.

Hal ini berarti, ahli waris Almarhum Tjonra Karaeng Tola berjumlah 54 [lima puluh empat] orang, yang berarti pula: berdasarkan Pasal 832 KUH Perdata, anak-anak Almarhum Tjonra Karaeng Tola berjumlah 54 [lima puluh empat] orang.

Alhasil, keterangan Inriwan Widiarja, bahwa tanah tersebut dibeli dari ahli waris Almarhum Tjonra Karaeng Tola, yang berjumlah 54 [lima puluh empat] orang, adalah tidak benar, karena: bertentangan dengan Pasal 832 KUH Perdata, serta bertentangan dengan Penetapan Pengadilan Agama dan Kompilasi Hukum Waris Islam, utamanya: Al-Quran Surah An-Nisa ayat 11 dan ayat 12.

Keterangan selanjutnya, yang juga tidak benar, dari Inriwan Widiarja, adalah: bahwa proses pembelian dilakukan dengan lunas dan sesuai dengan syarat dan Ketentuan Peralihan Tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku di Indonesia.

Faktanya: a. Tidak dijelaskan dan/atau tidak disebutkan Peraturan Perundang-Undangan Peralihan Tanah yang mana yang dimaksudkan Inriwan Widiarja, SH. b. Tanah SHGB Nomor 21970/Pai yang menjadi Obyek Jual-Beli kepada PT ICC [Indogrosir] berasal dari/bekas Hak Milik Nomor 25952, yang berasal dari Tanah bekas Hak Milik Indonesia Persil 6 D I Kohir 51 C I, yang berarti bahwa: SHGB Nomor 21970/Pai, tanahnya berasal dari Tanah Milik Indonesia Persil 6 D I Kohir 51 C I.

Sementara, ketentuan hukum yang mengatur tentang Peralihan/Konversi Tanah Milik Indonesia menjadi Hak-Hak atas Tanah yang terdapat pada Pasal 15 UUPA Nomor 5 Tahun 1960, antara lain mengatur: Tanah Hak Guna Bangunan harus berdasarkan Ketentuan Peralihan/Ketentuan Konversi Tanah Milik Indonesia, yaitu: a. Pasal II Ketentuan Konversi UUPA Nomor 5 Tahun 1960, Junctis b. PP Nomor 224 Tahun 1961 Pasal 1-Pasal 6 dan Pasal 8. c. Khusus Pasal 6 PP Nomor 224 Tahun 1961, menentukan, bahwa kepada Pemilik Tanah Milik Indonesia yang oleh Pemerintah Tanah Milik Adatnya dialihkan kepada Pihak lain atau dipergunakan oleh Pemerintah sendiri, harus diberi Ganti Rugi yang besarnya ditentukan oleh Panitia Land Reform. d. SK. Menteri Agraria Nomor 978/Ka/1960. e. UU Nomor 56 PRP Tahun 1960 Pasal 1 ayat (2).

Faktanya: Ketentuan Konversi Tanah Milik Indonesia tersebut tidak dijadikan dasar Peralihan/Konversi Tanah Milik Indonesia kepunyaan Tjoddo bin Lauma, karena ahli waris Almarhum Tjoddo bin Lauma tidak menerima Ganti Rugi yang ditentukan dalam Pasal 6 PP Nomor224 Tahun 1961.

Selain itu, para penjual tanah tersebut yang berjumlah 54 [lima puluh empat] orang yang merupakan ahli waris Almarhum Tjonra Karaeng Tola, yang pada masa hidupnya menganut Agama Islam, tidak ditetapkan posisi ahli warisnya berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama, alias tidak ditetapkan berdasarkan Hukum Waris Islam/Kompilasi Hukum Waris Islam, yang intinya tidak ditetapkan berdasarkan Al-Quran Surah An-Nisa ayat 11 dan ayat 12.

Atas dasar itu, keterangan Inriwan Widiarja, tersebut: a) Bertentangan dengan Kalam Ilahi/Hukum Ilahi id est: Al-Quran Surah An-Nisa ayat 11 dan ayat 12. Bertentangan dengan Hukum duniawi id est: a). Pasal II Ketentuan Konversi UUPA Nomor 5 Tahun 1960. b). PP Nomor 224 Tahun 1961 Pasal 1 – Pasal 6 dan Pasal 8. c). SK. Menteri Agraria Nomor 978/Ka/1960. e). UU Nomor 56 PRP Tahun 1960 Pasal 1 ayat (2).

Berikutnya, adalah keterangan Inriwan Widiarja perihal perkara antara ahli waris Almarhum Tjoddo bin Lauma dengan ahli waris Almarhum Tjonra Karaeng Tola, yang telah dimenangkan oleh ahli waris Almarhum Tjonra Karaeng Tola, dalam empat Tingkat Peradilan, yaitu: a. Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor 86/Pdt.G/1997/PN.U.Pdg tanggal 7 Mei 1997. b. Putusan Pengadilan Tinggi Makassar. c. Putusan MA Tingkat Kasasi Nomor 3223 K/Pdt/1999 tanggal 13 Oktober 2000. d. Putusan Peninjauan Kembali Nomor 551 PK/Pdt/2002 tanggal 29 Januari 2004.

Kemenangan ahli waris Almarhum Tjonra Karaeng Tola itu didasarkan dan/atau dengan menggunakan SHGB Nomor 21970/Pai, dan berdasarkan SHGB Nomor 21970/Pai tersebut Tanah Milik Indonesia itu dialihkan kepemilikannya kepada PT ICC [Indogrosir].

Namun demikian, dalam seluruh proses tersebut terdapat perbuatan melawan hukum. Sebab, tanah dengan SHGB Nomor 21970/Pai atas Tanah Milik Indonesia berdasarkan Ketentuan Hukum id est : Pasal 35 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960, pemilik SHGB hanya dapat menjual bangunan saja, karena berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Pemilik SHGB hanya memiliki bangunan yang dibangun pada tanah yang bukan miliknya sendiri.

Faktanya: bangunan yang ada di tanah tersebut merupakan milik PT ICC [Indogrosir], dan bukan milik Tjonra Karaeng Tola. Demikian pula Tanah Milik Indonesia tersebut berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 bukan milik Pemilik SHGB Nomor 21970/Pai [Tjonra Karaeng Tola] dan 54 [lima puluh empat] orang anaknya, yang berdasarkan Kompilasi Hukum Waris Islam, utamanya Al-Quran Surah An-Nisa ayat 11 dan ayat 12, tidak berstatus hukum sebagai ahli waris Tjonra Karaeng Tola, yang pada masa hidupnya beragama Islam.

Ini berarti, Perbuatan Jual-Beli Tanah SHGB Nomor 21970/Pai antara 54 [lima puluh empat] ahli waris Tjonra Karaeng Tola kepada PT ICC [Indogrosir] adalah tidak sah, karena: a. Bangunan yang dijual kepada PT ICC [Indogrosir] bukan milik Tjonra Karaeng Tola, dan oleh karena itu bukan milik 54 [lima puluh empat] ahliwaris Almarhum Tjonra Karaeng Tola. b. Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960, Pemilik SHGB Nomor 21970/Pai bukan merupakan Pemilik Tanah yang padanya diterbitkan SHGB Nomor 21970/Pai.

Atas dasar itu, Perbuatan Jual-Beli Tanah/Obyek Sengketa antara PT ICC [Indogrosir] selaku Pembeli, dengan 54 [lima puluh empat] ahli waris Almarhum Tjondra Karaeng Tola, merupakan Perbuatan Melawan Hukum id est: a. Pasal 1457 KUH Perdata Junctis: b. Pasal 35 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960, dan c. Pasal 832 KUH Perdata. d. Kompilasi Hukum Waris Islam, utamanya Al-Quran Surah An-Nisaayat 11 dan ayat 12. e. Terancam Pasal 263 ayat (1) KUH Pidana.

Ringkas kisah, keterangan Inriwan Widiarja, SH, pada 26 Mei 2023 merupakan keterangan yang dibuat bukan semestinya, atau tidak benar, alias palsu, karena keterangan itu bertentangan dengan Ketentuan Hukum id est: 1. PP Nomor 38 Tahun 1963 Pasal 1. 2. UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20 ayat (1). 3. Pasal 35 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960. 4. Pasal 24 ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996. 5. Pasal 832 KUH Perdata. 6. Pasal II Ketentuan Konversi UUPA Nomor 5 Tahun 1960. 7. PP Nomor 224 Tahun 1961 Pasal 1-Pasal 6 dan Pasal 8. 8. SK. Menteri Agraria Nomor 978/Ka/1960. 9. UU Nomor 56 PRP Tahun 1960 Pasal 1 ayat (2). 10. Pasal 1457 KUH Perdata Junctis: 11. Pasal 35 ayat (1) UUPA No.5 Tahun 1960, dan 12. Pasal 832 KUH Perdata.13. Kompilasi Hukum Waris Islam, utamanya: Al-Quran Surah An-Nisa ayat 11 dan ayat 12. 14. Terancam Pasal 263 ayat (1) KUH Pidana.

Fakta hukum tersebut diatas merupakan bukti yang nyata, bahwa:

1. Falsafah Negara RI yaitu Pancasila, khususnya Sila Kedua Pancasila, yaitu : Kemanusiaan yang adil dan beradab, telah dilecehkan, karena Pengambilan Tanah Milik Adat kepunyaan Tjoddo bin Lauma cum suis oleh PT ICC [Indogrosir] tanpa memberi Ganti Rugi kepada Tjoddo bin Lauma cum suis, merupakan Wujud Kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab, dan hal itu merupakan Pelecehan Sila Kedua Pancasila, yaitu : “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.

2. Hukum Dasar Negara Republik Indonesia, yaitu: UUD 45 telah dilecehkan, karena Peralihan Tanah Milik Adat kepunyaan Tjoddo bin Lauma cum suis, yang bertentangan dengan 14 [empat belas] Ketentuan Hukum tersebut, telah melecehkan UUD 45, khususnya Pasal 1 ayat (3), yang berbunyi/tertulis: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum “.

Yang berarti, bahwa segala perbuatan yang dilakukan dalam Wilayah NKRI harus berdasarkan hukum. Namun, telah dilecehkan dalam Perbuatan Jual-Beli Tanah Milik Adat kepunyaan Tjoddo bin Lauma, dengan melakukan Jual-Beli yang bertentangan dengan 14 [empat belas] Ketentuan Hukum, tetapi dengan menggunakan Hukum Rimba, yaitu: “Siapa yang kuat dan berkuasa, dialah yang benar”.

Oleh: Kuasa Hukum Litigasi dan Non Litigasi Ahli Waris tanah Almarhum Tjoddo bin Lauma, Petrus Edy, SH, MH, CPCLE, C.Med, dan Frans Parera, SH.

Petrus Edy,S.H., M.H., CPCLE., C.Med. Kuasa Hukum Litigasi Ahli Waris Tjoddo
Petrus Edy,S.H., M.H., CPCLE., C.Med. Kuasa Hukum Litigasi Ahli Waris Tjoddo
Frans Parera, SH, Kuasa Hukum Non Litigasi Ahli Waris Tjoddo
Frans Parera, SH, Kuasa Hukum Non Litigasi Ahli Waris Tjoddo

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan