Banda Aceh, aktual.com – Penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh menahan dua orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi program peremajaan sawit rakyat dengan anggaran Rp75,6 miliar lebih di Kabupaten Aceh Barat

Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Deddy Taufik di Banda Aceh, Rabu (21/6), mengatakan kedua tersangka yang ditahan adalah berinisial SM, mantan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, dan ZA, mantan Ketua Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare.

“Kedua tersangka ditahan di Rutan Kelas II B Banda Aceh selama 20 hari ke depan. Alasan penahanan untuk mencegah kedua tersangka melarikan diri, mencegah perusakan maupun penghilangan barang bukti, dan lainnya yang diatur dalam KUHAP,” kata Deddy.

Sebelum ditahan, penyidik memanggil dan memeriksa kedua tersangka. Pemeriksaan guna melengkapi berkas perkara. Penahanan juga untuk memudahkan penyidik melakukan pemeriksaan berikutnya.

Kedua tersangka disangkakan secara primer dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Kedua tersangka juga disangkakan secara subsider dengan Pasal 3 jo Pasal Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” katanya.

Deddy memaparkan kronologi perkara berawal ketika Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare mengajukan proposal dana program peremajaan sawit (PSR) di Kabupaten Aceh Barat pada 2017. Sedangkan jumlah petani yang diajukan sebanyak 1.207 orang dengan lahan seluas 2.831 hektare.

“Program PSR diajukan kepada Badan Pengelola Dana Peremajaan Sawit melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat. Program dilaksanakan 10 tahapan dalam rentang waktu 2018 hingga 2020 dengan total anggaran Rp75,6 miliar lebih,” katanya.

Namun, berdasarkan laporan identifikasi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala menggunakan citra satelit serta pemeriksaan lapangan tim penyidik Kejati Aceh, sebagian lahan yang diusulkan menerima program PSR masih dalam kondisi hutan dan tidak pernah ditanami kelapa sawit.

“Padahal, syarat untuk mendapatkan dana program PSR, yakni lahan dengan tanaman sawit yang berusia 25 tahun serta produktivitasnya di bawah 10 ton per hektare. Namun, kenyataan lahan yang ajukan masih kawasan hutan,” kata Deddy.

Selain hutan, lahan yang diajukan juga masih semak belukar, serta lahan kosong yang belum ditanami. Kemudian, lahan perkebunan sawit dari hak guna usaha perusahaan juga diajukan sebagai penerima program PSR.

“Akibat pengelolaan dana PSR yang tidak sesuai persyaratan program peremajaan kelapa sawit mengakibatkan terjadinya potensi kerugian keuangan negara yang patut diduga melibatkan kedua tersangka,” jelas Deddy.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Rizky Zulkarnain