Jakarta, Aktual.com – Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana terorisme perlu memperhatikan dan mempertimbangkan hak asasi manusia (HAM).
Pertimbangan HAM itu, bisa dilakukan dengan memberikan efek jera secara berimbang bagi pelaku dan dalang yang terlibat dalam sebuah aksi terorisme.
“Pemberian hukuman terhadap mastermind (dalang) dan aktor pendukung perlu melewati telaah yang transparan dan memenuhi rasa keadilan itu sendiri,” kata Kepala Subdit Perlindungan Objek Vital dan Transportasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Kolonel CPL Sigit Karyadi, Kamis (29/6).
Salah satu contoh kondisi penegakan hukum tindak pidana terorisme yang belum memberikan rasa keadilan berdasarkan HAM adalah penyiaran oleh stasiun televisi saat aparat penegak hukum melakukan penangkapan terhadap terduga teroris.
Hal itu, lanjut Sigit, dapat memberikan rasa trauma kepada keluarga pelaku tindak pidana terorisme.
Pada saat yang sama, tambahnya, isu HAM jangan sampai menjadi tameng bagi para pelaku teror dan melemahkan upaya hukum.
Revitalisasi hubungan antara polisi, tokoh agama, dan masyarakat dapat mencegah berbagai upaya dalam melemahkan proses hukum tindak pidana terorisme.
Sigit menyimpulkan gagasan itu menjadi tiga poin. Pertama, pendekatan yang diperlukan kepada narapidana dan mantan narapidana terorisme adalah pendekatan lunak dan cerdas (soft and smart approach), sementara pendekatan dengan kekerasan (hard approach) adalah jalan terakhir untuk dilakukan.
“Kedua, penanganan terorisme yang bermotif agama perlu dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah konflik lebih lanjut,” kata Sigit.
Ketiga, BNPT dan Polri perlu memasifkan upaya deradikalisasi sebagai penyeimbang dari penanganan konvensional seperti penangkapan dan penggerebekan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu