Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano
Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Laporan terbaru Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp7.805,19 triliun hingga akhir Juni 2023. Angka ini setara dengan 37,93 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Rincian data menunjukkan mayoritas utang pemerintah hingga Juni 2023 didominasi oleh surat berharga negara (SBN) sebesar Rp6.950 triliun atau sekitar 89,04 persen dari total utang. Sementara sisanya, yaitu Rp855,09 triliun atau 10,96 persen, merupakan jenis pinjaman. Meski begitu, Kemenkeu memastikan bahwa rasio utang pemerintah berada dalam kondisi aman.

Dalam Buku APBN KiTa Edisi Juli 2023 yang dikutip pada Kamis (27/7/2023), Kemenkeu menyatakan, “Pemerintah melakukan pengelolaan utang secara baik dengan risiko yang terkendali, antara lain melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.”

Kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap juga tercermin dalam komposisi utang pemerintah, yang didominasi oleh utang domestik sebesar 72,49 persen.

Kemenkeu juga mengungkapkan bahwa pemerintah lebih mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah-panjang dan aktif dalam melakukan pengelolaan portofolio utang.

Berdasarkan data per akhir Juni 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) sekitar 8 tahun.

Untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid. Salah satu strategi yang digunakan adalah pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGS (SDG Bond dan Blue Bond).

Transformasi digital juga memainkan peran penting dalam proses penerbitan dan penjualan SBN dengan dukungan sistem online, meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kredibilitas pengadaan utang melalui SBN.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan