Jakarta, aktual.com – Ombudsman RI (ORI) telah menemukan potensi malaadministrasi dalam layanan pertanahan di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, khususnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini terkait dengan penghentian pemberian layanan pertanahan pada permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah di wilayah tersebut.
Dalam konferensi pers daring di Jakarta, Anggota Ombudsman RI, Dadan S. Suharmawijaya, mengungkapkan bahwa penghentian layanan pendaftaran pertama kali di dalam dan di luar delineasi IKN dilakukan oleh beberapa lembaga, termasuk Kantor Pertanahan Kutai Kartanegara, Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara, Kantor Wilayah BPN Kalimantan Timur, dan Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN.
“Ditemukan penghentian layanan pendaftaran pertama kali di dalam dan di luar delineasi IKN yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kutai Kartanegara, Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara, Kantor Wilayah BPN Kalimantan Timur, kemudian Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN,” ungkap Dadan.
Hal ini terjadi akibat terbitnya Surat Edaran Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Nomor: 3/SE-400.HR.02/II/2022 yang membatasi penerbitan dan pengalihan hak atas tanah di wilayah IKN.
Menurut Dadan, langkah ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2022 yang hanya membatasi ruang lingkupnya untuk seluruh bidang tanah di wilayah IKN yang belum terdaftar. Penghentian layanan ini menciptakan potensi malaadministrasi dan dapat menghambat pendaftaran tanah yang sesuai dengan ketentuan perundangan.
“Ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2022 karena adanya perluasan penghentian layanan, padahal di Peraturan Presiden ruang lingkupnya terbatas untuk seluruh bidang tanah di wilayah IKN yang belum terdaftar tetap dapat didaftarkan sesuai dengan ketentuan perundangan,” katanya.
Ombudsman RI telah memberikan tindakan korektif berupa permintaan untuk mencabut Surat Edaran tersebut dan mengeluarkan Surat Edaran baru yang mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku. Selain itu, pihak Ombudsman juga mendorong identifikasi dan verifikasi faktual terhadap permohonan pendaftaran hak pertama kali di wilayah tersebut.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Timur, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Penajam Paser Utara juga diminta untuk bersama-sama dengan pemerintah daerah melakukan identifikasi dan/atau verifikasi faktual terhadap permohonan pendaftaran hak pertama kali yang diajukan pemohon di luar wilayah delineasi IKN.
ORI juga memberikan tenggat waktu selama 30 hari kerja bagi Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Kutai Kartanegara, Bupati Penajam Paser Utara, dan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara untuk melaksanakan tindakan korektif yang telah disarankan. Ombudsman akan memantau perkembangan pelaksanaannya untuk memastikan permasalahan layanan pertanahan di IKN dapat diatasi dengan tepat dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Artikel ini ditulis oleh: