Jakarta, Aktual.com – Komunitas Perempuan Interfaith (KPI) Banjarmasin bekerja sama dengan Rumah Menulis Dunia (RMD) dan Lajnah Imaillah Jemaat Ahmadiyah menyelenggarakan diskusi dan bedah buku Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA Soal Agama di Era Google.
Dalam kegiatan yang digelar di aula Jemaat Ahmadiyah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (28/7/2023), hadir sebagai narasumber yakni Pendiri KPI, Mariatul Asiah; sang penulis buku, Ahmad Gaus; serta sejumlah aktivis perempuan dari berbagai agama.
Acara yang dimulai Pukul 15.00 WITA itu juga dihadiri perwakilan dari komunitas Hindu, Persatuan Wanita Kristen Indonesia, Musyawarah Rumah Kristen Indinesia, Komunitas Narasi Perempuan, dan Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin.
Acara juga diisi dengan pembacaan puisi Jalaluddin Rumi oleh Windi dari Rumah Menulis Dunia dan doa oleh Suster Ruvina.
Mariatul mengungkapkan, acara ini digelar untuk menghidupkan solidaritas di antara perempuan yang melampaui batas-batas primordial, seperti suku dan agama.
Menurutnya, tantangan perempuan di mana pun dan dalam agama apapun selalu sama, yakni menjadi objek dari penafsiran agama yang dikembangkan oleh para ulama berjenis kelamin laki-laki.
Mariatul menjelaskan, sampai saat ini, masih ada anggapan bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua. Keberadaannya hanya untuk melengkapi laki-laki. Mereka rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.
Masih banyak kasus perempuan yang didiskriminasi, dilemahkan, dipinggirkan. Semua itu terkait dengan budaya patriarki yang tumbuh di atas tafsir agama yang bias gender.
“Karena itu, saya menyambut baik pemikiran Denny JA dalam buku ini yang mendorong kaum perempuan untuk merebut tafsir agama. Ini berarti bahwa kaum perempuan tidak boleh diam, melainkan harus aktif dalam diskursus keagamaan. Kalau diam saja, maka mereka akan menjadi target dari tafsir agama yang dipaksakan kepada mereka,” kata Mariatul.
Mariatul menguraikan, pemikiran Denny JA mendorong lahirnya kesadaran tentang pentingnya kebebasan, kesadaran kesatuan dengan alam, kesadaran hak asasi manusia, dan lainnya. Semuanya membutuhkan tafsir baru. Karena itu kompetisi tafsir tak terhindarkan.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano