Jakarta, Aktual.co — Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Kurtubi mengatakan perlu diberikan reward dan punishment terkait tidak tercapainya target lifiting minyak yang dilakukan oleh SKK Migas sebesar 825 ribu barel per hari. Pasalnya, selama bertahun-tahun SKK Migas gagal mencapai target lifting minyak yang telah ditetapkan pemerintah dalam APBN.

“SKK Migas selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap lifting minyak perlu diberikan reward dan punishment. Sebab, setiap tahun target lifting minyak selalu meleset, tidak tercapai karena tidak realistis,” ujar Kurtubi kepada Aktual di Jakarta, Kamis (29/1).

Menurutnya, target lifting minyak 825 ribu barel/hari sangat valuable, sebab dalam nota keuangan RAPBN 2015 diusulkan 846 ribu bph berdasarkan angka WP and Budgeting dari pelaku usaha migas.

“Saat ini harga minyak mentah berada di posisi yang murah. Tentu hal ini akan berpengaruh pada penentuan produksi lifting minyak. Dengan target lifting minyak 825 ribu barel/hari sangat mungkin dicapai, tinggal kepala migas tinggal mengawasi, mengatasi hambatan yang terjadi serta kontrol yang lebih tepat,” tegasnya.

Menurutnya, SKK Migas bisa membuat sejarah baru jika realisasi lifting minyak bisa tinggi atau melebihi dari target yang ditetapkan pemerintah.

“Menteri ESDM harus memberikan punishment jika target lifting minyak tidak tercapai. Pasalnya hampir setiap tahun target lifting minyak tidak tercapai, sedangkan jika target dipenuhi maka sebaiknya diberikan reward,” pungkasnya.

Sebelumnya, sempat diberikan bahwa dirinya mengancam Menteri ESDM dan Kepala SKK Migas. Jika tidak mampu merealisasikan target lifting minyak sebesar 825 ribu barel per hari diminta keduanya mundur dari jabatan.

“Ya saya kira Menteri ESDM dan SKK migas mundur jika target ini tidak tercapai,” ujar Kurtubi.

Selama ini pejabat SKK Migas seakan tidak merasa bersalah jika gagal merealisasikan target lifting minyak di APBN. Padahalnya mustinya harus memperbaiki kinerja agar bisa mewujudkan target tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka