Denny JA: Jokowi Sangat Populer di Ujung Kekuasaan
Denny JA: Jokowi Sangat Populer di Ujung Kekuasaan

Aktual.com – “Isu perubahan yang diusung koalisi Capres Anies Baswedan saat ini tidak terlalu bergema. Ini ikut menyumbang elektabilitas Anies yang
masih kalah selisih dua digit ( di atas 10 persen) dibandingkan elektabilitas Ganjar Pranowo, terlebih lagi Prabowo Subianto.”

“Tapi mengapa isu perubahan tidak bergema? Itu adalah hukum besi politik,” demikian disampaikan Denny JA, dalam tulisan yang diposting di medsosnya.

Ujar Denny, isu perubahan hanya bergema jika presiden yang berkuasa tidak populer. Akibatnya publik luas ingin suasana yang baru, berbeda, perubahan.

Sebaliknya, jika presiden yang berkuasa sangat populer, publik ingin kondisi itu justru berlanjut. Yang menyentuh mayoritas pemilih bukan isu perubahan, tapi justru isu untuk tetap bertahan. Continue. Lanjut!

Di ujung kekuasaannya, menurut Denny, Jokowi masih sangat populer. Menjelang proklamasi 17 Agustus, approval rating, yang puas atas kinerja Jokowi selaku presiden masih sangat tinggi di angka 80 persen. Itu hasil survei LSI Denny JA yang baru saja selesai, beberapa hari lalu.

Denny menjelaskan, jika survei itu diurut ke belakang, di bulan Januari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, hingga Agustus 2023, tingkat kepuasan atas kinerja Jokowi dalam survei LSI Denny JA, berkisar antara 79-82 persen. Itu tingkat kepuasaan yang teramat tinggi.

Bagi mereka yang menyadari data ini, tak akan mengusung isu perubahan. Yang harusnya diusung justru “Jokowi Effect,” efek kedekatan dengan Jokowi, efek melanjutkan program penting Jokowi.

Apa yang menyebabkan Jokowi masih sangat populer di ujung kekuasaannya? Denny berpendapat, itu gabungan antara kinerja dan personaliti Jokowo sendiri.

Akan halnya kinerja Jokowi, programnya soal Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Hilirisasi, IKN, Infrastruktur, dan sebagainya, termasuk pro dan kontra, perlu dibahas tersendiri.

Denny lebih mengelaborasi personalitas Jokowi yang hadir di ruang publik. Penampilan Jokowi yang rendah hati, akrab dengan rakyat, menyapa (reaching out), ikut memberi kontribusi.

Denny JA bercerita pengalaman pribadinya berjumpa dengan Presiden Jokowi, berdiskusi empat mata saja, selama 45 menit. Denny menangkap sikap rendah hati Presiden Jokowi.

“Minggu siang di akhir bulan Juli 2023,” ujar Denny, “saya mendapatkan teks di japri WA. Itu teks dari ajudan Presiden. Ia mengabarkan bahwa Presiden ingin bertemu.”

Denny datang ke Istana Merdeka, di hari Minggu. Suasana sepi di sana. Tapi protokol istana tetap terasa. Dari pintu khusus, dengan mobil golf, Denny di antar ke tempat Jokowi.

Di ujung meja panjang, duduk rileks saja Presiden Indonesia, Joko Widodo.

Rendah hatinya Jokowi sudah terasa dari kalimat pertama yang ia ucapkan. “Maaf, saya mengganggu hari libur Mas Denny. Tadi saya minta cek, apakah hari ini Mas Denny tidak di luar kota.”

Denny pun menjawab, “oh sama sekali tidak mengganggu, pak. Dipanggil presiden adalah sebuah kehormatan.”

Itu hari minggu. Jokowi rileks saja tidak berpakaian resmi.

Menurut Denny, ia dan Jokowi mengobrol santai saja. Terasa sikap Jokowi yang santun, halus, dan cerdas secara emosional. Jokowi lebih banyak bertanya. Sesekali ia mencatat percakapan.

Dalam percakapan itu, Denny sempat berkata.

“Ketika nanti selesai tugas di tahun 2024, usia Pak Jokowi masih tergolong sangat muda, 63 tahun. Dan Pak Jokowi masih sangat populer. “

Di Indonesia, bahkan di dunia, sangat, sangat dan sangat jarang, di ujung kekuasaannya, seorang presiden mendapatkan tingkat kepuasaan (Approval Rating) hingga 80 persen.

Selesai jumpa pak Jokowi, Denny merenung kisah presiden Indonesia. Menurutnya, tradisi di Indonesia, umumnya presiden berakhir buruk di ujung kekuasaannya. Bung Karno jatuh. Pak Harto jatuh. Laporan Presiden Habibie ditolak MPR.

Gus Dur juga jatuh. Megawati tidak dipilih kembali sebagai presiden, dikalahkan oleh SBY. Dan SBY pun di ujung kekuasaanya menurun tingkat populeritasnya, yang berimbas jatuhnya perolehan suara Partai Demokrat pada pemilu 2014.

Jokowi keluar dari tradisi presiden Indonesia. Ia justru sangat populer di ujung kekuasaannya.

Denny mengutip puisi Kahlil Gibran:
“Celakalah sebuah negeri, yang membunyikan terompet dan bertepuk tangan menyambut pemimpin baru. Namun melepas pemimpin itu dengan cemooh dan cacian di ujung kekuasaannya.”

Masih sangat populernya Jokowi di ujung kekuasaan adalah tradisi yang baik untuk dilanjutkan oleh Presiden Indonesia berikutnya, tutup Denny.

Artikel ini ditulis oleh: