Jakarta, Aktual.com – Seharusnya Indonesia, sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, dapat mengubah kualitas udara di Jakarta menjadi lebih baik dengan menjadikan kekayaan alamnya sebagai katalis untuk transisi energi yang bersih. Namun, eksplorasi yang tak terkendali terhadap cadangan nikel dan ekspor ilegalnya telah menghadang upaya ini, memicu perdebatan mengenai manfaat sesungguhnya bagi industri dan lingkungan.
Pada tahun 2019, Indonesia mengimpor bahan mentah nikel dengan harga yang jauh di bawah nilai pasarnya. Eksportasi dalam bentuk ini seolah mengesampingkan nilai jual yang sebenarnya lebih tinggi, bahkan lebih mahal daripada tanah urukan bangunan. Dalam beberapa tahun terakhir, ekspor ilegal nikel ke China semakin menjadi perhatian, dengan lebih dari 5 juta ton nikel diekspor secara ilegal melalui ratusan kapal angkut.
Keputusan pemerintah mengizinkan sebagian perusahaan untuk ekspor nikel dan membatasi yang lainnya telah menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan kesetaraan peluang. Meskipun proyek smelterisasi diharapkan dapat mengangkat harga nikel, hasilnya belum terlihat, dan eksportasi olahan nikel pun menjadi misteri.
Indonesia berpotensi memimpin dalam transisi energi dengan menghasilkan baterai, mobil, dan motor listrik dari nikel. Namun, apakah hal ini telah terjadi atau tidak, masih menjadi tanda tanya besar. Implikasi transisi energi yang sukses adalah udara yang lebih segar, lingkungan yang bersih, dan kualitas hidup yang lebih baik bagi penduduk Jakarta.
Seiring harapan dan realitas yang saling bersilangan, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengarahkan cadangan nikelnya menuju arah yang lebih berkelanjutan. Diperlukan tindakan nyata dalam mengatasi masalah eksportasi ilegal dan memastikan pengolahan nikel di dalam negeri, agar potensi transisi energi benar-benar terwujud, dan Jakarta dapat menjadi contoh kota yang nyaman dan ramah lingkungan bagi penduduknya.
Oleh: Salamuddin Daeng
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi