Ilustrasi makanan sehat. (ANTARA/Shutterstock/Tatjana Baibakova)

Jakarta, aktual.com – Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, seorang pakar penyakit dalam sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa mengonsumsi probiotik bisa membantu menjaga kesehatan mikrobiota usus yang rentan terganggu akibat paparan polutan yang masuk ke sistem pencernaan.

Salah satu cara polutan bisa masuk ke sistem pencernaan adalah melalui kegiatan seperti berbicara di udara terbuka tanpa masker saat tingkat polusi udara tinggi. Profesor Ari menjelaskan hal ini dalam sebuah webinar tentang kesehatan di Jakarta pada Kamis (24/8/2023).

“Sistem pencernaan tidak siap kalau menerima racun. Oleh karena itu perlu juga perhatikan menjaga kesehatan semisal konsumsi probiotik untuk menjaga mikrobiota sehat,” kata Profesor Ari.

Ketika mikrobiota terganggu akibat polusi, yang juga bisa masuk ke tubuh melalui makanan secara tidak sengaja, masalah kesehatan seperti diabetes, obesitas, dan gangguan metabolik dapat timbul. Profesor Ari menyarankan agar orang lebih memilih mengonsumsi makanan alami seperti buah-buahan dan sayuran daripada mengandalkan suplemen kesehatan.

“Itu salah satu solusi karena buah dan sayur banyak mengandung antioksidan. Kalau kita sehat, tidak ada masalah pada lambung dan hipertensi, saya rasa kopi bisa jadi solusi. Kopi itu antioksidan. Teh juga begitu,”  kata Profesor Ari.

Selanjutnya, Profesor Ari mengangkat isu peningkatan kasus kanker usus besar pada orang muda belakangan ini, termasuk di Indonesia. Dia menjelaskan bahwa ini bisa terkait dengan polusi udara atau gangguan mikrobiota usus yang terganggu akibat paparan polutan dari makanan.

“Secara langsung ketika makanan mengandung polutan, pasien bisa jadi diare, dalam jangka panjang menyebabkan peradangan pada usus besar yang kemudian terjadi IBD (Inflammatory bowel disease) atau penyakit karena peradangan pada saluran pencernaan),”  paparnya.

Menurut Profesor Ari, menjaga kesehatan lingkungan adalah tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Dia merujuk pada upaya yang telah diambil oleh negara-negara Eropa untuk mencegah pembakaran kendaraan dengan beralih ke kendaraan listrik, dan ia menilai upaya semacam itu bisa diterapkan juga di Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh: