Jakarata, aktual.com – Relawan dari organisasi kemanusiaan Indonesia, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Fikri Rofiul Haq menjelaskan situasi di rumah sakit Indonesia dan kondisi para tenaga medis yang bekerja di sana. Salah satu tantangan yang saat ini dihadapi oleh tenaga medis di rumah sakit Indonesia adalah kesulitan mendapatkan makanan.

Sebelum konflik kembali muncul, Fikri mengungkapkan bahwa mereka sebelumnya dapat dengan mudah memperoleh makanan segar di sekitar rumah sakit, seperti sayuran dan buah.

“Di RS Indonesia saat ini staf hanya mendapatkan makan sekali dalam sehari itu ketika makan siang yang disediakan oleh RS Al-Shifa. Untuk sarapan dan makan malam staf mengonsumsi biskuit dan kurma,” ujar Fikri dikutip dari Aljazeera, Senin (13/11).

Fikri menjelaskan bahwa biasanya pasokan makanan berasal dari wilayah sekitar. Pada fase awal blokade dan serangan, para relawan akan pergi keluar untuk mencari persediaan dengan menggunakan ambulans. Namun, sekarang pertempuran terjadi sangat dekat dengan rumah sakit, dan pergi ke luar dianggap terlalu berisiko dan berbahaya.

Ia mengungkapkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, ia merasa terguncang. Fikri bersama relawan lainnya hanya berjarak sekitar 20 menit dari rumah sakit ketika bom mulai jatuh, dan itu terjadi sekitar 200 meter dari lokasi mereka.

“Tidak ada jaminan keselamatan kami. Hal ini membuat saya merasakan ketakutan yang luar biasa, namun berkat kasih karunia Tuhan, kami terlindungi,” ujarnya.

“Trauma yang kami alami sangat besar, tetapi jika kami tetap berada di rumah sakit, saya merasa aman karena militer Israel belum menyerang rumah sakit secara langsung. Area di sekitar rumah sakit terus-menerus dibombardir dan ketika itu terjadi, saya merasakan ketakutan,” tambahnya.

Seperti yang terjadi di fasilitas kesehatan lain di Gaza, kondisi RS Indonesia terus memperburuk sejak pemberlakuan blokade oleh Israel.

Direktur RS Indonesia, Atef Al Kahlout, menyatakan bahwa layanan kesehatan tidak dapat berjalan secara optimal. Rumah sakit saat ini hanya beroperasi dengan kapasitas sekitar 30-40 persen. Ia mengajukan permohonan agar bantuan segera diberikan oleh masyarakat internasional.

“Kami menyerukan kepada orang-orang terhormat di dunia, jika ada di antara mereka yang masih tersisa, untuk memberikan tekanan pada pasukan pendudukan untuk memasok RS Indonesia dan rumah sakit lainnya di Jalur Gaza,” ujar Atef.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain