Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memberikan salinan pendapat akhir mini Pemerintah kepada Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid untuk persetujuan naskah RUU ITE untuk dibawa ke pembicaraan tingkat dua dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Jakarta Pusat, Rabu (22/11/2023). (ANTARA/Livia Kristianti)

Jakarta, aktual.com – Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) revisi kedua terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) membawa banyak perbaikan untuk mengatur dan mempromosikan lingkungan digital yang lebih positif di Indonesia.

Dia berharap ketika diresmikan, regulasi tersebut akan meningkatkan penanganan hukum, menjadikan ruang digital lebih produktif, dan lebih adil.

“Pengaturan dalam RUU Perubahan Kedua UU ITE ini merupakan kemajuan signifikan dalam hal tata kelola penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, harmonisasi ketentuan pidana/sanksi dengan KUHP Nasional, dan berbagai isu strategis lainnya dalam upaya peningkatan pengakuan serta penghormatan atas hak para pengguna sistem elektronik, dan dalam mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi,” kata Budi di Jakarta, Rabu (22/11).

Budi secara rinci menjelaskan berbagai alasan mengapa revisi UU ITE diperlukan, termasuk penyesuaian terhadap perkembangan transformasi digital dan penguatan kewenangan petugas penegak hukum.

Ia menyoroti bahwa revisi terakhir pada UU ITE dilakukan pada 2016, yang berarti sudah lebih dari setengah dekade berlalu.

Dalam konteks kebutuhan masyarakat yang terus berubah akibat transformasi digital, Budi berpendapat bahwa revisi UU ITE menjadi suatu keharusan.

“Hukum perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik secara nasional maupun global,” kata Budi.

UU ITE juga perlu direvisi mengingat kini pengguna internet khususnya anak-anak belum terlindungi secara optimal.

Maka dari itu dalam RUU perubahan kedua UU ITE, Panitia Kerja (Panja) menyetujui agar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) sebagai penyedia layanan digital nantinya dapat bertanggung jawab memenuhi hak anak dan melindungi anak dari bahaya di ruang digital.

Alasan lainnya yang menyebabkan UU ITE harus kembali direvisi ialah untuk mengoptimalkan potensi ekonomi digital di Indonesia yang berdasarkan pada perekonomian rakyat.

“Pemerintah perlu memperkuat regulasi Indonesia dalam memberikan perlindungan bagi pengguna layanan digital dan pelaku UMKM,” ujar dia.

Penguatan layanan sertifikasi elektronik juga ikut ditingkatkan dalam revisi kedua dari UU ITE ini.

Menurut Menteri Budi, hal ini untuk menghadirkan landasan hukum yang lebih komprehensif dalam membangun kebijakan identitas digital serta layanan sertifikasi elektronik lainnya.

Alasan terakhir mengenai revisi UU ITE terkait dengan penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam menangani kejahatan siber.

Dengan perubahan kedua pada UU ITE, PPNS Kemenkominfo akan memiliki kewenangan yang lebih besar untuk memblokir akses ke rekening bank, uang elektronik, atau aset digital yang dicurigai sebagai alat kejahatan siber.

Semua alasan tersebut telah diakomodasi dalam RUU perubahan kedua UU ITE, menjanjikan peningkatan yang signifikan jika aturan tersebut disetujui.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain