Jakarta, Aktual.com – Indikator Politik Indonesia mengungkapkan 76,2 persen responden dalam surveinya mengaku puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo. Penyebab utamanya adalah program bantuan yang diberikan kpeda masyarakat.
Hal itu berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan 23 November–1 Desember terhadap 1.200 responden dengan menggunakan metode multistage random sampling.
Tingkat toleransi kesalahan atau margin of error-nya plus minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
“Mayoritas warga menjawab cukup atau sangat puas atas kinerja Joko Widodo sebagai presiden. Sangat puas 12,9 persen dan cukup puas 63,3 persen. Kalau kita jumlahkan maka angkanya di 76,2 persen yang cenderung puas dengan kinerja Presiden Jokowi,” kata Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Rizka Halida, Sabtu (9/12).
Rizka menjelaskan alasan terbanyak responden survei mengaku puas terhadap kinerja Jokowi dikarenakan adanya pemberian bantuan kepada rakyat kecil (33,6 persen).
“Lalu, alasan membangun infrastruktur jalan, jembatan, bendungan 25,1 persen. Ada lagi alasan lain adalah orangnya merakyat 8,9 persen, kinerjanya sudah bagus tetapi lebih sedikit lagi 8,8 persen, dan alasan-alasan lainnya,” katanya.
Saat ini, salah satu program bantuan Pemerintah langsung kepada masyarakat adalah Bantuan Langsung Tunai (El Nino) yang dikaitkan dengan kekeringan dan cuaca ekstrem.
BLT yang ditargetkan untuk 18,8 juta warga yang termasuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH) ini bernilai Rp200 ribu per bulan dirapel dua bulan, yakni November dan Desember.
Rizka menuturkan 21,9 persen responden survei mengaku tidak puas dengan kinerja Jokowi. Alasan terbanyak responden yang mengaku tidak puas adalah akibat meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok.
“Kebutuhan harga pokok meningkat 23,8 persen di antara yang tidak puas menjawab ini. Kemudian, bantuan tidak merata 18,9 persen yang tidak puas menjawab ini. Kemudian kemiskinan tidak berkurang 9,5 persen, dan lapangan kerja atau pengangguran 9 persen,” ujarnya.
Berdasarkan catatan pemberitaan, Jokowi pernah mengkritik pemberian BLT era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013. Dia lebih memilih memberikannya untuk usaha produktif rakyat.
Ketika itu, pemerintah SBY sedang merencanakan pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (Balsem) sebagai kompensasi kenaikan BBM.
“Saya dari dulu emang enggak senang bantuan tunai. Kalau bisa bantuan itu diberikan buat usaha-usaha produktif. Usaha-usaha kecil, usaha-usaha rumah tangga yang produktif, itu lebih baik,” kata Jokowi, yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta, di Balai Kota, Jakarta, Senin (17/6/2013).
“Dari dulu saya enggak setuju BLT, yang Balsem ini juga, semuanya,” lanjut dia.
“Seharusnya, tidak diberikan dalam bentuk Balsem seperti ini, diberikan uang, memberikan cash, sehingga memberikan pendidikan yang tidak baik untuk masyarakat,” tandas Jokowi.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi
Jalil