Jakarta, aktual.com – Kekhawatiran Indonesia mengenai kegagalan gencatan senjata untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina di Gaza saat ini menjadi kenyataan. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) tidak berhasil mengadopsi resolusi yang mendukung gencatan senjata.
Sebelumnya, dalam upaya untuk mengatasi kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza Palestina, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres mengirimkan surat kepada Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB, Jose Javier de la Gasca Lopez Dominguez. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) berharap agar DK PBB segera mengambil keputusan terkait surat tersebut, dan diinginkan agar Amerika Serikat (AS) dan Rusia tidak menggunakan hak veto terhadap keputusan yang diambil, khususnya terkait dengan Gaza.
“Dengan surat Sekjen PBB tersebut, diharapkan dalam waktu dekat Dewan Keamanan PBB akan mengambil langkah penting terkait situasi di Gaza,” kata juru bicara Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (8/12).
Indonesia memberikan dukungan terhadap langkah Antonio Guterres dalam mengirim surat kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk melindungi Gaza. Hal ini disebabkan oleh situasi yang semakin memprihatinkan di Gaza yang juga merupakan ancaman terhadap keamanan internasional.
Tindakan mengirim surat tersebut dianggap sebagai langkah yang jarang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PBB karena baru dilakukan sebanyak tiga kali selama PBB berusia. Sekjen Guterres baru kali ini menggunakan mekanisme surat seperti itu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 99 Piagam PBB.
Jika DK PBB menyelenggarakan rapat untuk menanggapi surat dari Sekjen PBB, diharapkan bahwa keputusan yang diambil oleh DK PBB akan bersifat mendukung kemanusiaan di Gaza, dan anggota tetap DK PBB sebaiknya tidak menggunakan hak veto mereka. Jika hak veto digunakan, keputusan DK PBB tidak akan memiliki dampak. Anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, RRC, dan Rusia. Mereka memiliki hak veto yang memungkinkan mereka membatalkan suatu resolusi.
“Menlu RI terus berkomunikasi dengan berbagai pihak yang dianggap memiliki pengaruh di DK PBB untuk meyakinkan agar tidak ada negara Anggota Tetap DK PBB yang menggunakan hak vetonya,” kata Lalu M Iqbal.
Isi surat dari Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, kepada Presiden Dewan Keamanan PBB disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) telah sejalan dengan sikap Indonesia. Sikap Indonesia sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi, di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 24 Oktober dan dalam berbagai forum lainnya.
Dalam upaya untuk mencapai perdamaian di Gaza, Menteri Luar Negeri Retno telah melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Uni Eropa pada 7 Desember. Pada tanggal yang sama, Retno juga mengadakan pertemuan dengan duta besar Uni Eropa di Jakarta. Pada hari ini, 8 Desember, Retno mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Prancis, di mana isu Gaza juga dibahas.
RI Menyesalkan
Menteri Luar Negeri Retno menyatakan rasa kekecewaan Indonesia terhadap hasil rapat tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan melalui cuitan di akun pribadi miliknya, seperti yang dapat dilihat pada Sabtu (9/12/2023). Retno mengungkapkan bahwa Indonesia telah secara konsisten menjadi salah satu negara yang terus mendorong agar konflik di Gaza segera diakhiri.
“Saya sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan dalam mengadopsi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza meskipun lebih dari 102 negara, termasuk Indonesia, ikut mensponsori resolusi tersebut,” cuit Retno menggunakan bahasa Inggris.
Retno mengungkapkan bahwa diperlukan tindakan yang tegas untuk mengakhiri konflik di Gaza. Menurutnya, penyelesaian konflik tersebut tidak dapat hanya bergantung pada kepedulian dari sejumlah negara tertentu.
“Komunitas global tidak bisa terus bergantung pada belas kasihan beberapa negara dan tanpa daya menyaksikan kekejaman dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak di Gaza,” ujar Retno.
“Komunitas global tidak bisa terus bergantung pada belas kasihan beberapa negara dan tanpa daya menyaksikan kekejaman dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak di Gaza,” ujar Retno.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain