Screenshot gambar video sekelompok nelayan.Pacitan yang mengumpulkan ikan yang diduga lumba-lumba. (Aktual.com)

Jakarta, aktual.com – Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono memproyeksikan bahwa pada tahun 2030, perkiraan nilai pasar produk perikanan Indonesia secara global dapat mencapai hingga US$730 miliar. Jika dihitung dalam mata uang rupiah dengan kurs saat ini sekitar Rp 11.388 triliun (kurs Rp15.600/US$).

Ini konsisten dengan fakta bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan yang sangat mencolok, dengan nilai pasar produk perikanan Indonesia mencapai US$310 miliar pada tahun 2021 dan US$338 miliar pada tahun 2022.

“Seperti kita ketahui laut Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan lebih dari 17.504 pulau, 6,4 juta kmĀ² wilayah perairan, 108.000 km garis pantai laut Indonesia, juga berperan dalam penyediaan kebutuhan protein dunia yang terus meningkat di mana estimasi pasar seafood global mencapai US$310 miliar pada tahun 2021, kemudian US$338 miliar pada tahun 2022, dan diprediksi pada tahun 2030 akan meningkat sangat signifikan sekitar US$730 miliar,” kata Trenggono saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan dan Penegakan Hukum Bidang Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Selasa (12/12).

Oleh karena itu, dalam konteks pengawasan dan peningkatan estimasi pasar produk perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan lima arah kebijakan ekonomi biru yang menempatkan ekologi sebagai prinsip utama.

“Meliputi, memperluas kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya laut pesisir dan darat yang berkelanjutan, pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau bulan cinta,” ujarnya.

Upaya pengawasan ini tercermin dalam beberapa kebijakan, di antaranya, kebijakan pertama didasarkan pada Undang-undang (UU) Nomor 27 tahun 2007 bersama dengan (jo) UU Nomor 1 Tahun 2014 mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007 tentang konservasi sumber daya ikan, serta PP Nomor 32 tahun 2019 tentang rencana tata ruang laut.

“Kebijakan ini untuk melindungi ekosistem dan habitat penting, agar dapat memberikan jasa ekosistem seperti serapan karbon, supply oksigen, perlindungan pantai, dan tempat pemijahan ikan,” terang dia.

Kebijakan kedua didasarkan pada Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 2004 bersama dengan (jo) UU Nomor 45 tahun 2009 mengenai perikanan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2023 mengenai penangkapan ikan secara terukur.

“Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, serta dalam rangka pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional,” lanjutnya.

Kebijakan ketiga didasarkan pada Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 2004 bersama dengan (jo) UU Nomor 45 Tahun 2009 mengenai perikanan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2017 mengenai pembudidayaan ikan.

“Kebijakan ini bertujuan untuk menjadikan produk Perikanan Indonesia menjadi champion di pasar global dan diproduksi melalui cara-cara yang ramah lingkungan dengan 5 komoditas unggulan, yaitu udang, lobster, kepiting, nila, dan rumput laut,” kata Trenggono.

Kemudian, kebijakan keempat didasarkan pada Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 bersama dengan (jo) UU Nomor 1 Tahun 2014 mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang, dan PP nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk melindungi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.

Terakhir, kebijakan kelima didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 mengenai penanganan sampah plastik di laut.

“Untuk memastikan lima arah kebijakan ekonomi biru terimplementasi, maka peran pengawasan dan penegakan hukum menjadi sangat penting untuk diperkuat. Pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum tentunya dilakukan dengan mengacu pada pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko yang mengedepankan prinsip ultimum remedium, dengan mengutamakan pengenaan sanksi administrasi terhadap pelaku pelanggaran, sehingga sanksi pidana menjadi pilihan terakhir,” jelasnya.

Dalam rangka memaksimalkan fungsi pengawasan, KKP akan melakukan pembangunan infrastruktur digital yang akan dijadikan sebagai ocean big data.

“Tentu dilengkapi dengan peralatan-peralatan mutakhir, diantaranya adalah satelit, radar sensor bawah air, drone udara, dan yang terakhir adalah nano satelit,” ungkap Trenggono.

KKP juga berencana untuk mengembangkan beberapa aplikasi, termasuk ocean accounting dan nonspasial terintegrasi. Aplikasi-aplikasi ini akan mampu menyajikan informasi mengenai kekayaan laut Indonesia beserta perubahan neracanya dalam periode waktu tertentu akibat interaksi dengan kegiatan ekonomi.

“Keseluruhan informasi tersebut terintegrasi melalui command center KKP yang dapat diakses oleh para aparat penegak hukum dalam rangka pelaksanaan pengawasan,” ucapnya.

“Berbagai strategi tersebut akan maksimal mendukung keberhasilan pengawasan dan penegakan hukum di bidang Kelautan dan Perikanan bila ada kerjasama dan sinergitas, karena nya dalam pertemuan ini agar dipastikan kembali bahwa sinergitas kementerian Kelautan dan Perikanan dengan aparat penegak hukum dari TNI Polri, Bakamla, Kejaksaan Agung, Kemenkumham, Kementerian Perhubungan, Kemendagri serta pemerintah daerah harus selalu ditingkatkan,” imbuh Trenggono.

Di sisi lain, Adin Nurawaluddin, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, menyatakan bahwa untuk menjaga potensi laut Indonesia melalui kelima kebijakan tersebut, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 mengenai Penangkapan Ikan Terukur dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 mengenai Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

“Direktorat Jenderal PSDKP melalui Pengawasan Perikanan, Pengawasan Kelautan dan aparat penegak hukum pada instansi lain memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan serta diperlukan kesamaan pemahaman terhadap substansi kedua PP, sehingga penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan semakin efektif, melalui sinergi antar aparat penegak hukum di bidang kelautan dan perikanan baik di Pusat ataupun di Daerah,” ujar Adin.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain