Jakarta, Aktual.com – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono mengakui adanya banyak kapal Indonesia yang terlibat dalam penangkapan ikan ilegal, atau yang dikenal dengan sebutan illegal fishing. Ia menyatakan keprihatinan terhadap fenomena tersebut.
“Dari sekian banyak jumlahnya, lebih dari 80 ribu kapal, yang izin hanya 6 ribu. Yang izin ke kementerian ini hanya 6 ribu, selebihnya izinnya daerah, selebihnya tidak ada izin, jadi korupsi semua ini,” ungkap Sakti di Kantor Kementerian dan Kelautan Perikanan, Merdeka Timur, Senin (11/12).
Sakti kemudian mengungkap bahwa sejumlah kapal Indonesia yang terlibat dalam illegal fishing beroperasi di perairan berbagai negara, termasuk Australia, Malaysia, Thailand, dan bahkan hingga Madagaskar. Menurutnya, negara-negara seperti Australia seharusnya sudah mengajukan keluhan terkait hal tersebut kepada Indonesia.
Sakti juga menyebut bahwa para pelaku penangkapan ikan ilegal ini termasuk “pemain besar” karena mereka memiliki kapal dengan ukuran di atas 30 Gross Ton (GT).
Dengan dasar Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 11 Tahun 2023 mengenai Penangkapan Ikan Terukur (PIT) dan Surat Edaran (SE) Menteri Kelautan dan Perikanan B.1090/MEN-KP/VII/2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Pengangkutan Ikan.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah melarang kapal dengan ukuran di atas 30 Gross Ton untuk melintasi zona maritim, terutama di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencakup 12 mil laut. Untuk melakukannya, harus memperoleh izin dari KKP.
Sakti mencatat bahwa pelaku penangkapan ikan ilegal masih melakukan tindakan tersebut karena menyadari bahwa KKP tidak memiliki cukup sumber daya manusia untuk mengawasi semua perairan di Indonesia.
“30 GT itu beroperasinya hanya di 12 mil, dia tau KKP tidak mungkin bisa mengawasi sejauh itu. Rumahnya di Pondok Indah, di PIK, tapi punya 80 kapal di Ambon, punya 70 kapal di Biak. Izinnya izin daerah, murah meriah, BBM-nya disubsidi pemerintah (padahal) itu haknya nelayan lokal yang pakai 3 GT dan 5 GT,” terangnya.
Maka dari itu, Sakti menyatakan bahwa saat ini pemerintah berusaha menangani isu tersebut, salah satunya melalui perancangan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 mengenai Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
Regulasi tersebut dimaksudkan untuk mengatur hak serta membagi wilayah tangkapan berdasarkan kapasitas nelayan lokal dan nelayan skala besar.
Sakti menyampaikan bahwa Hari Anti Korupsi seharusnya menjadi kesempatan bagi semua pihak untuk melakukan perbaikan. Baginya, rencana ambisius Ekonomi Biru tidak dapat tercapai sepenuhnya jika perilaku korupsi masih ada dalam KKP dan semua pemangku kepentingannya.
“Korupsi bukan hanya penyelenggara negara, tetapi juga audiens kita atau masyarakat yang kita kelola, yang kita tata kelola. Mudah-mudahan an semua kita bisa perbaiki tata kelolanya sehingga tidak hanya kementerian saja seluruh stakeholdernya baik, sehingga seperti disuarakan Pak Nurul Ghufron (Wakil Pimpinan KPK) tadi. Kita wujudkan KKP berintegritas dan mewujudkan ekonomi biru dalam sektor perikanan serta menyeimbangkan ekologi Indonesia,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Yunita Wisikaningsih