Jakarta, Aktual.com – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak nota keberatan dari terdakwa mantan kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono dalam kasus dugaan korupsi menerima gratifikasi.
“Nota keberatan dari kuasa hukum terdakwa Andhi Pramono tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Djuyamto saat membacakan putusan sela dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (13/12).
Selanjutnya, majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melanjutkan perkara terdakwa ini berdasarkan surat dakwaan yang telah diajukan.
“Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk dapat melanjutkan perkara Nomor 109/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst atas nama terdakwa Andhi Pramono, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum,” tambah Djuyamto.
Dalam pernyataannya, Djuyamto mengungkapkan bahwa JPU berencana menghadirkan 58 orang saksi. Namun, hakim menyarankan agar jumlah saksi diatur sedemikian rupa agar tidak menghambat proses persidangan.
“Tanpa mengurangi hak Saudara di dalam upaya membuktikan dakwaan Saudara, Saudara juga harus bisa menyortir saksi yang kira-kira bisa dikurangi, kurangi, dan hadirkan saksi yang betul-betul relevan dengan surat dakwaan,” kata Djuyamto.
Sebelumnya, kuasa hukum Andhi Pramono, Edhhi Sutarto, telah membantah bahwa dugaan tindak pidana korupsi yang dihadapi kliennya terkait dengan jabatannya di Bea Cukai. Sutarto menegaskan bahwa penerimaan gratifikasi tidak memiliki kaitan dengan status Andhi sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Andhi Pramono didakwa oleh JPU KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi sejumlah Rp58,9 miliar. Tindakannya disebut melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan