Jakarta, aktual.com – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunjukkan kemungkinan adanya perundingan baru dengan Hamas setelah militer Israel menembak warga negaranya yang disangka sebagai pasukan Hamas akhir pekan lalu.

Berita dari Reuters menyebutkan bahwa Netanyahu membenarkan adanya perundingan baru yang dipedulikan oleh Qatar. Sebelumnya, sebuah sumber juga menyatakan bahwa Kepala Mossad Israel, David Barnea, telah bertemu dengan Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, di Eropa.

“Kami mengkritik serius Qatar, yang saya kira Anda akan mendengarnya nanti, tapi saat ini kami sedang berusaha menyelesaikan pemulihan sandera kami,” katanya menyinggung hubungan negara Teluk yang kaya gas itu dengan Hamas, dikutip Senin (18/12).

“Ada satu kesalahan yang bisa kita lakukan, yaitu menyampaikan perhitungan kita kepada Hamas, kepada dunia,” tambahnya lagi.

“(Jadi) Kami tidak akan membahas rincian negosiasi.”

Meskipun mengakui adanya tekanan akibat sandera, Netanyahu berkomitmen untuk tetap melakukan tindakan keras terhadap Hamas di Gaza.

“Instruksi yang saya berikan kepada tim perunding didasarkan pada tekanan ini, yang tanpanya kita tidak akan mendapatkan apa-apa,” katanya lagi.

Qatar dan Mesir adalah mediator antara Israel dan Hamas dalam kesepakatan yang menghasilkan gencatan senjata selama seminggu pada akhir November. Hamas membebaskan lebih dari 100 wanita, anak-anak dan orang asing yang ditahannya dengan imbalan 240 wanita dan remaja Palestina yang dibebaskan dari penjara Israel.

Media Axios mengatakan pertemuan hari Jumat itu adalah yang pertama antara Barnea dan Al Thani sejak gencatan senjata November. Sumber yang berbicara kepada Reuters mengatakan Barnea kembali ke Israel pada Sabtu pagi untuk memberi pengarahan kepada Netanyahu.

Dua sumber keamanan Mesir mengatakan para pejabat Israel tampaknya lebih bersedia, melalui pembicaraan dengan mediator, untuk mencapai kesepakatan baru bagi gencatan senjata di Gaza dan pembebasan tahanan Palestina dengan imbalan pemulihan sandera. Sumber-sumber Mesir mengatakan para pejabat Israel tampaknya telah berubah pikiran mengenai beberapa hal yang sebelumnya mereka tolak, namun tidak menjelaskan lebih lanjut.

Israel sendiri yakin bahwa 20 atau lebih dari 130 sandera yang masih ditahan di Gaza telah tewas. Keluarga para sandera mengadakan unjuk rasa pada hari Sabtu, menuntut agar Israel mempertimbangkan pembebasan militan senior Palestina dari penjara dalam perjanjian pertukaran baru.

“Pemerintah Israel harus aktif. Mereka perlu memberikan tawaran, termasuk para tahanan yang tangannya berlumuran darah, dan memberikan tawaran terbaik agar para sandera dapat kembali hidup,” kata Ruby Chen, ayah dari 19 anak yang juga disandera.

Pada Jumat, Israel secara tidak sengaja membunuh tiga sandera yang mendekati mereka dengan bendera putih setelah melarikan diri dari penculiknya di Gaza pada hari Jumat. Para sondera itu antara lain Yotam Haim dan Alon Shamriz, keduanya berasal dari Kibbutz Kfar Aza dan Samer El-Talalqa, yang disandera dari Kibbutz Nir Am.

Juru bicara IDF Daniel Hagari mengatakan militer memikul tanggung jawab atas semua yang terjadi. Ia mengatakan yakin ketiganya melarikan diri atau ditinggalkan Hamas saat Israel menyerang.

Pemimpin Hamas di pengasingan, Osama Hamdan, menyatakan bahwa pembebasan tentara yang ditawan di Gaza hanya akan terjadi jika seluruh agresi dihentikan. Hal ini, menurutnya, perlu melalui kesepakatan yang dinegosiasikan sesuai dengan kondisi yang ditetapkan oleh kelompok perlawanan.

Dalam upaya nyata untuk mempengaruhi opini publik Israel, Hamas juga merilis video yang menunjukkan sandera yang dibunuh dan diakhiri dengan peringatan Ibrani. “Waktu hampir habis,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain