Presiden Jokowi saat diwawancarai seusai peresmian Jembatan Otista Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/12/2023).(Antara/Linna Susanti)

Bogor, Aktual.com – Presiden Joko Widodo memberikan dukungan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memantau dugaan transaksi pencucian uang yang terkait dengan dana kampanye dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Menurut laporan PPATK, terjadi peningkatan sebanyak 100 persen pada transaksi yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 selama semester II 2023.

“Semua aktivitas yang bersifat ilegal lihat saja. Sesuai dengan peraturan, tentu akan ada proses hukum,” ujar Presiden saat diwawancarai usai meresmikan bangunan baru Jembatan Otista Kota Bogor, Jawa Barat, pada hari Selasa (19/12).

Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya agar semua pihak yang terlibat dalam pemilu 2024 mematuhi aturan yang berlaku terutama dalam hal transaksi dan kampanye.

“Semua pihak harus mematuhi aturan yang berlaku,” katanya.

Ivan Yustiavandana, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menyebutkan bahwa PPATK menemukan beberapa kegiatan kampanye yang dilakukan tanpa adanya transaksi dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK).

Ia tidak merinci nama calon legislatif atau partai yang diduga menggunakan dana dari tindak pidana untuk kampanye. Namun, PPATK telah melaporkan dugaan ini kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Tindak pidana yang diduga hasilnya digunakan untuk mendanai Pemilu melibatkan berbagai kegiatan, salah satunya adalah pertambangan ilegal, dengan nilai transaksi mencapai triliunan rupiah.

Ivan menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawasi transaksi yang terkait dengan pemilu.

Berdasarkan data tahun 2022, sepanjang periode 2016 hingga 2021, PPATK telah melakukan 297 analisis yang melibatkan 1.315 entitas yang diduga terlibat dalam tindak pidana dengan nilai mencapai Rp38 triliun.

PPATK juga telah melakukan 11 pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas, dengan potensi nilai transaksi yang terkait dengan tindak pidana mencapai Rp221 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan