Oleh : Indah Syahira Siagian dan Kayla Anindya Tiandoko
(Mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia)
Jakarta, Aktual.com – Indonesia terkenal dengan keunikan budaya serta keindahan alamnya. Berdasarkan data Travel and Tourism Competitiveness Index dirilis World Economic Forum tahun 2022, sektor pariwisata menduduki urutan ke-32 besar dunia yang sebelumnya berada di urutan ke-44. Hal ini tentu menunjukkan angka yang positif karena terjadinya kenaikan. Sehingga Pemerintah pun menargetkan Indonesia berada di 30 besar pada 2024.
Perkembangan sektor pariwisata membuat Pemerintah mempertimbangkan memungut pajak wisatawan asing atau pajak turis (tourism tax) pada destinasi super prioritas, yakni Bali. Sesuai UU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pemerintah Provinsi Bali, bahwa Pemprov Bali diperbolehkan memungut pajak turis untuk dana perlindungan dan kebudayaan dan lingkungan di Bali. Kebijakan ini pula semakin diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 36 Tahun 2023.
Pajak turis menurut The World Tourism Organization, merupakan pajak yang berlaku khusus untuk wisatawan dan industri pariwisata. Tetapi, hampir semua barang dan jasa yang dikonsumsi wisatawan juga dikonsumsi oleh nonwisatawan. Hal ini artinya objek yang dikenakan pajak dari tourism tax bukanlah kegiatan pariwisata itu sendiri, melainkan basis pajak yang kurang lebih terkait dengan pariwisata dan tindakan fiskal apapun yang ditujukan untuk kegiatan pariwisata akan sangat sering mempengaruhi nonwisatawan. (Gago et al., 2009).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menyatakan memberikan dukungan penuh terhadap implementasi pajak turis. Ia melihat ini sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas kunjungan wisatawan asing, selain meningkatkan pendapatan, pajak ini juga dianggap sebagai langkah perlindungan terhadap kebudayaan dan lingkungan alam. Pemerintah pun terus berusaha memastikan bahwa penerapan pajak ini memberikan dampak positif tanpa mengurangi daya tarik utama destinasi wisata. Dengan adanya pajak turis, diharapkan sumber pendanaan alternatif dapat diperoleh untuk perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam.
Langkah awal ini bukanlah keputusan yang diambil tanpa pertimbangan matang. Pemerintah melakukan asesmen kelayakan di setiap daerah pariwisata dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti kemudahan akses, fasilitas, dan daya tarik destinasi terhadap wisatawan. Bali, sebagai destinasi pertama yang menjalani asesmen, akan menerapkan pajak turis mulai Februari 2024. Menariknya, pungutan wisata ini tidak masuk ke dalam pajak daerah, melainkan diklasifikasikan ke dalam Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023.
Pergub Bali Nomor 36 Tahun 2023, mewajibkan wisatawan asing membayar Rp150.000 saat memasuki Bali, baik secara langsung dari luar negeri atau tidak langsung melalui wilayah lain di Indonesia. Pembayaran dapat dilakukan melalui sistem Love Bali dengan metode seperti bank transfer, virtual account, dan QRIS. Pembayaran dapat dilakukan sebelum atau saat memasuki pintu kedatangan, memastikan keterjangkauan dan kemudahan proses. Jika pembayaran dilakukan saat memasuki pintu kedatangan, wisatawan asing dapat melakukan pembayaran secara non tunai melalui petugas khusus dari bank persepsi.
Selain Bali, Pemerintah juga berencana memperluas penerapan pajak turis ke destinasi wisata super prioritas lain seperti Labuan Bajo, Danau Toba, Likupang, Mandalika, dan Candi Borobudur. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Manggarai Barat mencatat bahwa dari Januari hingga Agustus 2023 jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo mencapai 104.236 orang dan diantaranya wisatawan mancanegara sebanyak 48.306 orang. Namun, belum ada perencanaan lanjutan seperti berapa tarif pajak yang ditetapkan dan kapan penerapan atas pajak ini dilakukan untuk kelima destinasi super prioritas ini.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu mengungkapkan tarif pungutan akan disesuaikan dengan masing-masing Daerah Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Pertimbangan utama termasuk carrying capacity dan kesiapan dari setiap destinasi. Dengan langkah ini, Penulis berharap pajak turis dapat menciptakan sumber pendapatan tambahan untuk perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam. Pajak turis bukan menjadi beban tambahan bagi wisatawan, tetapi merupakan investasi dalam keberlanjutan dan kelestarian destinasi pariwisata Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya berupaya meningkatkan daya tarik wisata, tetapi juga menjadi pelopor dalam menjaga kelestarian budaya dan alam.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan