Jakarta, aktual.com – Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Bobby Adhityo Rizaldi menyatakan bahwa Mahfud terlalu curiga terhadap pola rekrutmen diplomatik. Kritik tersebut disampaikan melalui sebuah pantun singkat yang menyinggung Jaka Sembung.
“Iya menurut saya ‘Jaka Sembung, nggak nyambung’. Prof seharusnya fokus pada programatik diplomasi ekonomi sesuai pertanyaan. Prof terlalu curiga terhadap semua proses administratif sehingga tidak fokus pada gagasan arah kepemimpinan diplomasi ekonomi,” kata Bobby saat dihubungi, Sabtu (23/12).
Anggota Komisi I DPR RI menyatakan bahwa dalam merekrut diplomat, kemampuan mereka pasti menjadi pertimbangan utama. Ia juga mencatat bahwa beberapa diplomat mengikuti pelatihan meskipun tidak memiliki latar belakang diplomatik. Selain itu, ia menganggap tidak masalah jika asal-usul seorang diplomat terkait dengan partai politik.
“Capres dan cawapres saja didukung parpol. Masing-masing ada porsinya, jangan semua dicurigai dengan tagline KKN, intervensi, titipan, membangun ketidakpercayaan terhadap kapasitas penyelenggara negara. Prof terlalu sibuk melabeli atribut dengan diksi-diksi pintar tidak pintar, bersih tidak bersih dan seterusnya, daripada fokus menyampaikan gagasan programatiknya yang detail,” imbuh dia.
Politikus Golkar yang menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafidz menganggap bahwa kinerja para diplomat sebenarnya sudah mengalami peningkatan. Ia menekankan bahwa diplomat bukan hanya berasal dari keputusan partai politik semata, melainkan dipertimbangkan oleh berbagai partai politik di DPR. Penunjukan diplomat dilakukan oleh Presiden.
“Bahasa yang tepat sebetulnya juga pemberian pertimbangan ya, DPR bukan memberi persetujuan. Duta besar itu ditunjuk oleh Presiden dan jika berkaca kepada peran Indonesia baik di PBB, G20, APEC, Asean dan lainnya, Duta besar-duta besar yang ditunjuk berhasil menunjukan kinerja baiknya,” kata Meutya.
Duta Besar yang memiliki latar belakang di partai politik juga mengkritik Mahfud. Mantan Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB), Sukmo Harsono yang kini menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Panama, menyatakan bahwa pernyataan Mahfud, yang merupakan seorang profesor hukum tata negara, dianggap keliru.
“Menanggapi Prof Mahfud bahwa Diplomat perlu diperbaiki, karena seolah menurun karena ada titipan Parpol adalah sebuah kekeliruan besar,” kata Sukmo Harsono.
Sukmo mengungkapkan bahwa para diplomat yang memiliki latar belakang parpol sebenarnya memiliki pola pikir yang kreatif dan inovatif. Ia juga yakin bahwa Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah melakukan penempatan yang tepat terhadap diplomat karir yang dimilikinya.
“Saat ini yang diperlukan adalah porsi anggaran untuk Kemlu harus ditingkatkan secara signifikan agar anggran tidak habis terserap hanya untuk operasional. Termasuk sistem kerja diplomat yang harus lebih lentur dalam penggunaan anggaran walaupun tetap harus sesuai peraturan. Jadi Prof Mahfud agar tidak mendikotomi antara diplomat karier dan non karier khususnya dalam hal diplomasi ekonomi,” ujarnya.
Sebelumnya, Cawapres pendamping Ganjar Pranowo, yaitu Mahfud Md, mengkritik proses pemilihan duta besar oleh negara untuk penempatan di luar negeri.
Mahfud Md menyuarakan pandangan bahwa proses rekrutmen diplomat Indonesia perlu dievaluasi kembali. Ia menyoroti bahwa terkadang para diplomat tersebut diangkat atas dasar hubungan dengan partai politik, sehingga mungkin kurang memahami tugas dan tanggung jawab dalam kerja diplomasi.
“Saya kira sistem rekrutmen diplomat sekarang ini harus ditinjau ulang. Dulu-dulu diplomat-diplomat kita itu bagus, sekarang ini kadang kala ada titipan dari partai. Kalau belum dari partai, belum masuk itu tidak disahkan, di DPR partai ini belum masuk,” kata Mahfud saat menjawab tanggapan dari cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar soal diplomasi di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (22/12) malam.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain