Jakarta, aktual.com – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengharapkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menyetujui surat pengunduran diri Firli Bahuri dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Jika permintaan pengunduran diri Firli diterima, MAKI berencana untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Harus nolak. Kalau dikabulkan maka aku pasti gugat PTUN,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (25/12).
Boyamin kemudian membahas aturan yang terkait dengan pemberhentian aparatur sipil negara (ASN) yang ditetapkan oleh Badan Kepegawaian Negara. Dia juga menyampaikan kasus permohonan pengunduran diri Rafael Alun Trisambodo, seorang pejabat pajak, yang tidak mendapatkan persetujuan.
“Berdasarkan peraturan Badan Kepegawaian Negara nomor 3 tahun 2020 tentang petunjuk teknis pemberhentian PNS dikatakan di situ dan dalam kasus Rafael Alun itu tidak serta-merta orang yang tersangkut pidana dan telah diberhentikan sementara kemudian langsung disetujui permintaan pengunduran dirinya, jadi di-pending dan itu berlaku di semua ASN yang kena kasus korupsi dan cepat-cepat berharap mengundurkan diri dengan maksudnya dapat hak pensiun, maka hampir semuanya setelah UU ASN itu berlaku maka kemudian tidak dikabulkan, artinya di-pending,” kata Boyamin.
Boyamin mencatat bahwa ketentuan tersebut juga termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam undang-undang tersebut, juga diatur mengenai prosedur tidak segera mengabulkan pengunduran diri ASN.
“Di sana beberapa pasal mengatur itu, tentang pemberhentian PNS karena pengunduran diri itu tidak serta-merta dikabulkan dan sudah berlaku sampai sekarang permohonan pengunduran diri hampir semua ASN sejak kejadian UU tahun 2020 itu tidak dikabulkan, jadi di-pending sampai putusan inkrah tetap dan diberhentikan setelah putusan itu dan kemudian diberhentikan dengan tidak hormat,” katanya.
Oleh karena itu, menurut MAKI, Presiden Jokowi diharapkan bersikap adil. MAKI menekankan bahwa pemberhentian sementara bagi Firli sudah menjadi tindakan yang memadai.
“Nah saya minta Pak Presiden harus adil yaitu menolak permohonan pengunduran dirinya Pak Firli, harus menunggu sampai putusan inkrah kalau itu persetujuan pengunduran dirinya. Apalagi juga Pak Firli sudah diberhentikan sementara, jadi ya sudah, cukup di situ, presiden cukup menyetujui nonaktifnya,” kata Boyamin.
Boyamin berpendapat bahwa sikap Firli terkait pengunduran dirinya dianggap tidak sungguh-sungguh dan dianggap sebagai tindakan yang kurang serius. Dia berharap agar Presiden Jokowi tidak mengabulkan permintaan pengunduran diri dari Firli.
“Dan rasanya juga presiden juga harus memahami Pak Firli ini main-main, tidak serius, jadi presiden harusnya tidak melayani Pak Firli yang tidak serius tersebut, yaitu di mana? Ketika mengajukan surat berhenti, sekali lagi itu kan tidak ada dalam undang-undang menyatakan berhenti, dan itu orang yang levelnya tinggi, satu-satunya adalah Pak Soeharto, presiden kita tahun ’98 menyatakan berhenti, berarti Pak Firli itu sudah mensejajarkan dirinya dengan Pak Soeharto,” ujar Boyamin.
“Masak dengan main-main begini kemudian dituruti, kesannya presiden itu memanjakan Pak Firli kalau ini dituruti dan masyarakat akan jengkal. Karena nampak bahwa Pak Firli melakukan pengunduran diri ini sebagai upaya menyelamatkan diri dari Dewan Pengawas KPK supaya tidak diberhentikan, karena kalau diberhentikan juga tidak punya hak pensiun sebagai Ketua KPK,” lanjutnya.
Boyamin menyatakan bahwa Firli berusaha agar tidak memiliki catatan sebagai pejabat yang pernah diberhentikan oleh Dewas KPK. Oleh karena itu, menurut Boyamin, pengajuan pengunduran diri tersebut dianggap sebagai upaya taktis dari Firli.
“Dan menghindari mendapat predikat pernah diberhentikan oleh Dewan Pengawas, jadi ini hanya akal-akalan dan masak presiden akan melayani orang akal-akalan begini. Seperti kemarin mengatakan berhenti itu artinya sudah nggak bisa diapa-apain gitu kan, kesannya kan gitu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) tidak mengambil langkah untuk memproses surat pengunduran diri Firli Bahuri dari KPK karena pernyataan ‘berhenti’ yang tidak sesuai dengan UU KPK. Firli saat ini telah mengajukan surat pengunduran diri kembali kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah melakukan perbaikan pada surat tersebut.
“Selanjutnya saya melakukan perbaikan atas surat saya dan saya menyatakan bahwa saya menyatakan mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK (Ketua merangkap Anggota komisi pemberantasan korupsi),” kata Firli Bahuri dalam keterangannya yang didapat detikcom, Senin (25/12).
Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) mengkonfirmasi penerimaan kembali surat pengunduran diri Firli Bahuri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat tersebut diterima pada akhir pekan lalu.
“Pada hari Sabtu sore, tanggal 23 Desember 2023, Kemensetneg telah menerima surat dari Bapak Firli Bahuri kepada Presiden, tertanggal 22 Desember 2023, yang menyampaikan permohonan pengunduran diri yang bersangkutan sebagai Ketua dan Pimpinan KPK,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana kepada wartawan, Senin (25/12).
“Surat tersebut tengah diproses mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Ari.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain