Jakarta, Aktual.com – Setelah mengalami kehilangan kontak, mahasiswa berusia 20 tahun dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Galang Edhi Swasono, ditemukan meninggal dan mengapung di Teluk Semut, Pulau Sempu, Kabupaten Malang pada Rabu (27/12).
Jenazah pertama kali ditemukan oleh seorang nelayan lokal di Pulau Sempu, Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetang, Kabupaten Malang, pada pukul 07.50 WIB.
“Kami mendapat laporan dari nelayan, kemudian kami langsung mendatangi lokasi. Dan benar di sana ditemukan jenazah dalam keadaan telungkup dan mengapung,” kata Kasatpolairud Polres Malang, Jumat (29/12).
Tidak ada bukti serangan hewan buas yang ditemukan. Hasil identifikasi menyimpulkan bahwa korban, yaitu Galang Edhi Swasono, dapat dipastikan berdasarkan identitas pakaian dan barang-barang pribadinya yang ditemukan, yang identik dengan milik Galang sebelum dilaporkan hilang.
Namun, penyebab pasti jenazah Galang berada di perairan Teluk Semut masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh jarak yang cukup jauh antara titik awal korban hilang (Telaga Lele) dan titik ditemukannya korban (Teluk Semut).
“Apakah ia terperosok atau bagaimana, belum bisa kami identifikasi,” ucapnya.
Tetapi, Subagyo meyakinkan bahwa tidak ada tanda-tanda serangan atau gigitan hewan buas pada tubuh korban.
“Tubuh korban utuh. Tidak ada bekas serangan binatang buas,” ujarnya.
Diperkirakan tersesat dan tidak membawa ponsel, menurut salah seorang temannya bernama Fajar Riski, korban yang juga ketua tim pada ekspedisi penelitian di Pulau Sempu ini diduga tersesat.
Fajar menceritakan bahwa sebelum Galang Edhi Swasono, warga Desa Gunung Langit, Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara, dinyatakan hilang pada Rabu (27/12), ia melakukan perjalanan sendiri sekitar pukul 09.00 WIB untuk mengumpulkan data penelitian tentang Herpetofauna.
“Saat itu dibagi dua tim. Galang ke salah satu jalur berangkat sendirian, sedangkan dua orang lainnya ke jalur lainnya,” tuturnya.
Dalam kesepakatan tim, semua anggota diwajibkan untuk kembali ke kamp utama pada pukul 12.00 WIB. Akan tetapi, hingga waktu yang telah ditetapkan, Galang belum juga kembali.
“Akhirnya kami membuat tim sendiri untuk melakukan pencarian. Namun keberadaan Galang tidak juga ditemukan, hingga akhirnya kami melapor ke Basarnas,” terangnya.
Fajar yakin bahwa Galang pada saat itu mengalami kehilangan arah. Hal ini disebabkan karena selama menjalani kegiatan ekspedisi tersebut, tidak ada anggota tim yang dilengkapi dengan ponsel atau alat komunikasi lainnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Yunita Wisikaningsih