Jakarta, Aktual.com – Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Dhahana Putra, menegaskan bahwa penanganan isu pengungsi Rohingya mengedepankan prinsip kemanusiaan yang bersifat universal, dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat lokal.
“Melihat resistensi yang terjadi terhadap pengungsi Rohingya, perlu diintensifkan komunikasi dengan IOM, UNHCR, dan negara negara tetangga, agar penanganan pengungsi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat lokal, khususnya dalam konteks ini di Aceh,” kata Dhahana dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (30/12).
Meskipun demikian, Dhahana mencatat bahwa Pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 mengenai pengungsi. Oleh karena itu, atas dasar kemanusiaan, Indonesia tetap bertanggung jawab untuk sementara waktu menampung pengungsi Rohingya, dengan merujuk pada prinsip non-refoulment yang diakui sebagai norma hukum internasional.
Non-refoulment adalah prinsip yang melarang negara untuk menolak atau mengusir pengungsi ke negara asal atau wilayah di mana mereka mungkin menghadapi ancaman serius terkait ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial, atau opini politik.
“Prinsip non-refoulment ini melarang negara untuk mengembalikan atau mengusir orang-orang ke negara asal atau negara lain yang berpotensi mendapat tindak persekusi, penyiksaan, pelanggaran HAM yang berat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dhahana menyampaikan bahwa keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh saat ini bersifat sementara.
“Yang perlu digarisbawahi, keberadaan mereka di sini adalah sementara hingga nanti UNHCR menentukan status sebagai pengungsi dan penempatan negara ketiga atau negara penerima para pengungsi Rohingya,” jelas Dhahana.
Dalam konteks ini, dia menekankan pentingnya kepatuhan para pengungsi terhadap peraturan dan nilai-nilai lokal di Indonesia selama mereka berada di negara ini, guna mencegah potensi munculnya masalah sosial yang dapat menimbulkan ketegangan.
“Dalam hal ini, kami berharap agar semua pihak dapat menahan diri dari tindakan provokatif yang dapat mengganggu situasi di Aceh dalam penanganan para pengungsi Rohingya,” tambah Dhahana.
Sementara itu, terkait kekerasan terhadap pengungsi Rohingya, telah menjadi sorotan masyarakat internasional. Sejumlah media internasional telah mewartakan insiden di Gedung Balee Meuseuraya Aceh.
“Harapannya, kejadian serupa yang merugikan citra negatif tersebut tidak terulang di masa mendatang,” pungkas Dhahana.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan