Jakarta, Aktual.com – Polda Metro Jaya akan segera memanggil Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, untuk diperiksa sebagai saksi yang meringankan Ketua KPK non-aktif, Firli Bahuri, dalam kasus pemerasan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyebut bahwa pihaknya akan mengirim surat panggilan kepada Yusril.
“(Penyidik akan mengirim surat) panggilan ke Prof. Yusril yang diusulkan oleh tersangka FB sebagai saksi yang mendukung de charge oleh tersangka,” kata Ade Safri kepada wartawan pada Rabu (3/1/2024).
Meski begitu, Ade Safri tidak merinci lebih lanjut mengenai kapan pemeriksaan terhadap Yusril akan dilakukan.
“(Jadwal) nanti kita update ya,” jelasnya.
Yusril Ihza Mahendra sebelumnya telah bersedia memberikan keterangan yang mendukung Firli yang kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
“Atas permintaan Pak Firli itu, saya bersedia menjadi saksi yang mendukung tersebut,” kata Yusril saat dihubungi pada Sabtu (30/12/2023).
Namun demikian, Yusril meminta kepada penyidik Polda Metro Jaya untuk menjadwalkan pemeriksaan terhadap dirinya setelah kembali ke tanah air.
“Tentu panggilan penyidik itu harus mempertimbangkan kesempatan waktu saya, mengingat saya kini sedang berada di Jepang dan akan melanjutkan perjalanan ke Filipina,” ucapnya.
“Rencananya saya akan kembali ke tanah air pada tanggal 3 Januari 2024. Saya berharap penyidik akan memanggil saya setelah tanggal 3 Januari tersebut,” tambahnya.
Alasan Yusril menerima permintaan Firli Bahuri tersebut adalah karena dia sudah menjadi ahli dalam gugatan praperadilan yang diajukan Firli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Dalam sidang praperadilan yang dimohonkan oleh Pak Firli, saya telah tampil sebagai ahli yang memberikan keterangan di PN Jakarta Selatan. Karena itu, saya tidak keberatan menjadi saksi yang mendukung,” ungkapnya.
Selain Yusril, ada tiga nama lain yang diusulkan oleh Firli Bahuri sebagai saksi yang mendukung dalam kasus pemerasan tersebut. Mereka adalah mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai; Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad; dan guru besar di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan