Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum ada urgensi untuk mengadili Harun Masiku secara in absentia.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengungkapkan bahwa penegakan hukum korupsi tidak hanya sekadar formalitas menyelesaikan perkara, tetapi juga memiliki tujuan efek jera.

“Iya (belum ada urgensi). Penegakan hukum korupsi ada tujuannya, di antaranya efek jera pelakunya sehingga bukan sekadar formalitas menyelesaikan sebuah perkara,” ujar Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat (5/1).

Ali Fikri menjelaskan, secara teori, persidangan in absentia bisa dilakukan untuk setiap perkara, termasuk pihak pemberi suap seperti Harun Masiku. Namun, efektivitas penanganan perkara harus tetap dijaga.

“Pemberi enggak bisa di-TPPU-kan dan lain-lain, hanya sebatas yang ia berikan saja yang dipertanggungjawabkan,” ucap Ali.

“Beda dengan penerima. Bisa yang ia terima dari terdakwa dan pihak-pihak lain,” sambungnya.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan keberadaan Harun yang belum jelas menjadi alasan pihaknya tidak ingin terburu-buru mengambil opsi in absentia.

“Wong keberadaannya saja sampai sekarang enggak jelas. Masih ada atau sudah enggak ada. Kalau disidang in absentia enggak tahunya yang bersangkutan sudah enggak ada kan jadi enggak sah sidangnya,” kata Alex.

Ketua Sementara KPK, Nawawi Pomolango, menjelaskan bahwa peradilan in absentia diatur dalam Pasal 38 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Namun, Nawawi menekankan bahwa praktik tersebut lebih ditujukan pada penyelamatan kekayaan negara.

“Pemberi enggak bisa di-TPPU-kan dan lain-lain, hanya sebatas yang ia berikan saja yang dipertanggungjawabkan,” ucap Ali.

Pada Mei 2022, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan permohonan kepada KPK untuk melakukan persidangan in absentia atas Harun Masiku. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyampaikan permohonan ini dengan keyakinan bahwa Harun tidak akan bisa ditangkap dalam waktu yang lama.

KPK kembali membuka kasus Harun dengan memeriksa Anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, pada 28 Desember 2023, untuk mencari tahu keberadaan Harun dan memperkuat bukti suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Harun Masiku melarikan diri, dan KPK belum berhasil memproses hukumnya. Wahyu Setiawan telah dinyatakan bebas bersyarat sejak 6 Oktober 2023, namun masih menjalani bimbingan di Balai Pemasyarakatan Semarang.

Artikel ini ditulis oleh:

Jalil