Jakarta, aktual.com – Kota Jakarta menempati peringkat 49 kota dengan kualitas udara buruk dunia pada Senin (8/1) pagi atau mengalami perbaikan peringkat dibanding hari-hari sebelumnya.

Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.55 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada pada angka 55 atau masuk dalam kategori sedang dengan polusi udara PM2.5 dan nilai konsentrasi 14 mikrogram per meter kubik.

Angka itu memiliki penjelasan tingkat kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Sedangkan kategori baik yakni tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 0-50.

Kemudian, kategori sedang yakni kualitas udaranya yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.

Lalu, kategori sangat tidak sehat dengan rentang PM2,5 sebesar 200-299 atau kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Terakhir, berbahaya (300-500) atau secara umum kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

Kota yang juga masuk dalam kategori kualitas udara sedang seperti Jakarta yaitu Tashkent, Uzbekistan di urutan kedua puluh empat dengan angka 99, lalu urutan dua puluh lima Tel Aviv-Yafo, Israel di angka 93, urutan dua puluh enam Chicago, Amerika Serikat di angka 87, urutan dua puluh tujuh Beijing, Cina di angka 86, urutan dua puluh delapan Dubai, Uni Emirat Arab di angka 85, urutan dua puluh sembilan Chiang Mai, Thailand di angka 83, urutan tiga puluh Accra, Ghana di angka 82.

Urutan tiga puluh satu Kota Ho Chi Minh, Vietnam di angka 82, urutan tiga puluh dua Wroclaw, Polandia di angka 78, urutan tiga puluh tiga Sofia, Bulgaria di angka 76, urutan tiga puluh empat Nairobi, Kenya di angka 75, urutan tiga puluh lima Detroit, Amerika Serikat di angka 70, urutan tiga puluh enam Doha, Qatar di angka 68, urutan tiga puluh tujuh Warsawa, Polandia di angka 65, urutan tiga puluh delapan Paris, Prancis di angka 64, urutan tiga puluh sembilan Hangzhou, Cina di angka 63, urutan empat puluh Toronto, Kanada di angka 61.

Urutan empat puluh satu Krakow, Polandia di angka 60, urutan empat puluh dua Poznan, Polandia di angka 58, urutan empat puluh tiga Kuwait City, Kuwait di angka 57, urutan empat puluh empat Jerusalem, Israel di angka 57, urutan empat puluh lima Johannesburg, Afrika Selatan di angka 55, urutan empat puluh enam Sao Paulo, Brazil di angka 55, urutan empat puluh tujuh Kiev, Ukraina di angka 55, urutan empat puluh delapan Incheon, Korea Selatan di angka 55.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 593 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara sebagai kebijakan untuk mempercepat penanganan polusi udara.

Ruang lingkup satgas pengendalian pencemaran udara ini diantaranya menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Pencemaran Udara di Provinsi DKI Jakarta, mengendalikan polusi udara dari kegiatan industri, dan memantau secara berkala kondisi kualitas udara, hingga dampak kesehatan dari polusi udara.

Lalu, melaksanakan pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak, termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat. Kemudian menerapkan wajib uji emisi kendaraan bermotor, melakukan peremajaan angkutan umum dan pengembangan transportasi ramah lingkungan untuk transportasi umum dan pemerintah

Selanjutnya bertugas meningkatkan ruang terbuka, bangunan hijau, dan menggiatkan gerakan penanaman pohon, meningkatkan peran serta masyarakat dalam perbaikan kualitas udara, melaksanakan pengawasan ketaatan perizinan yang berdampak terhadap pencemaran udara dan penindakan terhadap pelanggaran pencemaran udara.

Pemprov DKI Jakarta juga akan terus melakukan evaluasi dan mengkaji berbagai kebijakan yang sudah dilakukan agar tepat sasaran dan mampu secara efektif mengatasi permasalahan pencemaran udara.