Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon. Foto: Dok/nr

Jakarta, Aktual.com – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon, menyayangkan anggaran Mahkamah Internasional untuk investigasi kasus Palestina diberikan paling kecil. Menurutnya hal tersebut tragis, melihat semua fakta tragedi kemanusiaan tersebut, tak pernah ada pernyataan resmi dari Mahkamah Internasional, juga tak pernah ada penyelidik yang pernah mengunjungi Israel atau Palestina sebelum Desember 2023.

“Saya bahkan mendapat informasi anggaran investigasi untuk kasus Palestina menerima anggaran terkecil di antara semua investigasi aktif yang ada saat ini, dimana besarnya hanya seperempat dari anggaran untuk Ukraina,” ungkap Fadli dalam rilis yang diterima pada Senin (22/1/2024).

Dalam Sidang Darurat ke-5 PUIC (Parlemen OKI), serta pertemuan perdana Komisi Khusus Palestina Parlemen Asia, atau APA (Majelis Parlemen Se-Asia), yang berlangsung di Teheran, Iran, pada 10-11 Januari 2024 lalu, Fadli mengungkapkan, dari soal anggaran investigasi ini saja dia sudah bisa menilai adanya jurang menganga antara besarnya dukungan masyarakat internasional terhadap Palestina, dengan langkah-langkah resmi yang telah diambil oleh lembaga-lembaga internasional.

“Sekali lagi, kita berharap langkah yang diambil oleh Afrika Selatan ini akan bergulir menjadi bola salju yang bisa mengubah banyak hal. Itu sebabnya kami yang ada di parlemen memberikan dukungan penuh terhadap Afrika Selatan,” papar Fadli.

Fadli yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Liga Parlemen Al-Quds dan Palestina mengungkapkan, di tengah pergeseran geopolitik dunia dari yang sebelumnya unipolar menjadi multipolar, langkah Afrika Selatan yang menyeret Israel ke hadapan Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap penduduk Gaza harus mendapat dukungan. Menurutnya, ini harusnya punya daya dobrak. Apalagi, jika seluruh pemerintahan negara berkembang bisa memberikan dukungan.

“Saya ingin mengapresiasi pemerintah Indonesia yang telah ikut memberikan dukungan terhadap isu ini. Kementerian Luar Negeri RI telah mengirimkan pandangan tertulisnya kepada Mahkamah Internasional, dan pada 19 Februari 2024 nanti Menteri Luar Negeri RI dijadwalkan akan menyampaikan pandangan lisannya kepada ICJ sebagai bagian dari upaya memperkuat argumen ICJ dalam memberikan advisory opinion kepada Majelis Umum PBB,” jelas Fadli.

Menurutnya, langkah ini penting karena akan menentukan langkah Majelis Umum PBB terhadap Israel. Intinya, Indonesia harus berpartisipasi dalam memperkuat dakwaan terhadap Israel di Mahkamah Internasional. Fadli mengungkapkan, dalam rapat koordinasi antara BKSAP (Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI) dengan Kementerian Luar Negeri pada 16 Januari lalu, DPR bahkan mendorong pemerintah agar mempertimbangkan penggunaan instrumen ekonomi yang lebih konkret, seperti boikot, atau pelarangan kapal Israel untuk memasuki perairan Indonesia. Agar langkah diplomasi pemerintah tak terkesan sekadar lip service.

“Selain Kementerian Luar Negeri, kami juga mengapresiasi langkah Kementerian Pertahanan yang baru saja melepas bantuan Kapal Rumah Sakit KRI dr. Radjiman Wedyodiningkrat 992 untuk berangkat ke Mesir untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga Gaza. Kapal tersebut mengangkut bantuan peralatan medis, obat-obatan, selimut, perlengkapan bayi dan makanan. Jadi, terkait isu Palestina, DPR dan pemerintah telah bekerja sinergis, saling memperkuat satu sama lain,” papar Fadli.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan