Jakarta, Aktual.com – Peneliti Senior Trust Indonesia, Ahmad Fadhli mengungkapkan temuan menarik terkait hasil survey nasional tetang potensi migrasi suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun ini. Fadhli mengungkapkan beberapa hal yang menjadi sorotan penting.

Fadhli mencatat bahwa data suara menunjukkan pemilih bukanlah pemilih ideologis, melainkan lebih bersifat emosional. Pemilih cenderung memilih berdasarkan emosi sesaat dan situasi politik lingkungan saat ini. Fadhli menekankan bahwa kurangnya pemilih ideologis berpotensi membentuk demokrasi yang dinamis.

“Tidak hanya skala data tadi saja, rapid skala data juga sudah memaparkan bahwa ternyata pemilih itu banyak yang bukan pemilih ideologis melainkan pemilihnya itu bersifat emosional,” ucap Fadhli di Kopi Brug Tebet, Jakarta, Jum’at (26/01) sore.

Fadhli menjelaskan bahwa pemilih rasional, yang belum menentukan pilihan (undecided voters) diakui sebagai swing voters. Meskipun mereka belum memiliki keputusan, Fadhli memperlihatkan optimisme bahwa semua pemilih, terutama yang non-strong voters, memiliki potensi untuk bermigrasi ke kandidat lain.

“Di skala data Indonesia menyebutkan itu sebagai swing voters. Kalau saya mengatakan itu strong voters jadi yang non strong voters itulah yang masih bisa berubah, jadi mereka itu masih bisa bermigrasi. Makanya saya bilang semua masih punya kesempatan yang sama untuk masuk ke putaran kedua prinsipnya itu,” ujarnya.

Dalam konteks teknologi dan media sosial, Fadhli membahas dampak terhadap presepsi elektabilitas. Menurutnya, media sosial efektif untuk meningkatkan popularitas dan kedisukaan, namun agak sulit untuk meningkatkan elektabilitas secara langsung. Elektabilitas, menurutnya, terbentuk di darat, bukan di dunia maya.

Senior Trust itu juga menyoroti peran langsung kandidat, visi misi, program, dan janji kampanye dalam meningkatkan elektabilitas.

“Berdasarkan hasil riset kita adalah efektivitas media sosial hanya untuk meningkatkan popularitas sama kesukaan, Tapi kalau kita berharap media sosial dapat meningkatkan elektabilitas itu agak susah. Kenapa? Karena elektabilitas itu ada di darat, bukan di udara guna media sosial itu kan mainnya di udara,”ujarnya.

Fadhli tak lupa menyampaikan harapannya terhadap Pemilu 2024. Dia berharap agar proses Pemilu berjalan dengan damai dan sesuai dengan filosofi pesta demokrasi.

Fadhli menekankan bahwa Pemilu seharusnya menjadi momen kebahagiaan bagi rakyat dalam memilih pemimpinnya. Dia mengajak semua pihak untuk menjadikan Pemilu sebagai pesta yang membawa kebahagiaan, bukan sebagai momen intimidasi.

“Saya berharap Pemilu ini dapat berjalan dengan damai dan semesti bya. Pemilu itu kan filosofinya adalah pesta demokrasi ya kalau kita berbicara soal pesta berarti kan kita berbicara soal happiness kebahagiaan,” pungkasnya.

Seiring dengan temuan dan harapan Fadhli, Pemilu 2024 diharapkan menjadi panggung demokrasi yang dinamis dan memberikan kesempatan bagi seluruh pemilih untuk merumuskan masa depan negara dengan penuh kesadaran dan kebahagiaan.

Artikel ini ditulis oleh:

Ilyus Alfarizi