Jakarta, Atual.com – Perum Bulog menetapkan strategi kebijakan pangan Indonesia dengan memperkuat pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk menstabilkan pasokan dan harga pangan.
General Manager Unit Bisnis Bulog, Sentra Niaga Topan Ruspayandi di Jakarta, Sabtu (10/2) mengatakan cadangan beras pemerintah (CBP) atau cadangan pangan pemerintah (CPP) sangat diperlukan, terlebih di tengah tatangan pangan dunia yang besar saat ini.
“Cadangan pangan itu penting, saat ini pemerintah Indonesia dalam konteks beras punya kebijakan pengelolaan CBP beserta dengan semua program turunannya,” katanya dalam Forum Grup Discussion (FGD) “Arah Kebijakan Pangan Indonesia Pasca Pemilu 2024”.
Di sisi hulu, Bulog melakukan pengadaan dalam negeri untuk menyerap produk pangan, terutama beras, dari petani dengan penetapan harga pembelian pemerintah oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Selanjutnya, di sisi hilir, terdapat Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), yang saat ini dijalankan oleh Bulog untuk mendistribusikan cadangan beras pemerintah.
Topan menyatakan bahwa saat ini stok beras nasional di Bulog mencapai 1,2 juta ton, dengan 500 ribu ton dari izin impor 2022, di mana sekitar 300-400 ribu ton telah masuk.
Untuk tahun 2024, izin impor beras sebanyak 500 ribu ton diharapkan akan tiba pada akhir Maret tahun ini, termasuk sisa carryout impor 2022 sebesar 100 ribu ton.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyatakan bahwa masalah pangan di Indonesia saat ini terkait dengan ketergantungan terhadap impor, baik itu beras maupun produk lainnya seperti sayuran, buah-buahan, dan garam.
Menurutnya, solusi untuk mencapai swasembada beras dengan kebijakan populis hanya bersifat sementara, dan akhirnya pemerintah akan kembali mengandalkan impor saat produksi dalam negeri tidak mencukupi.
Astuti menekankan bahwa kebijakan pangan haruslah lebih dari sekadar solusi sementara, melainkan juga mencakup strategi kedaulatan pangan, termasuk regulasi dan infrastruktur pertanian.
Menurut Vice President Communication and Public Affair PT Astra Agro Lestari Fenny Sofyan dari 12 komoditas pangan strategis yang dijaga pemerintah hanya sawit tidak pernah impor.
“Iya, dari 12 komoditas pangan strategis, hanya sawit yang tidak diimpor,” ungkapnya.
Namun, Fenny menyoroti bahwa produksi sawit dalam lima tahun terakhir stagnan hanya mencapai 51 juta ton, sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah ke depannya.
Salah satu persoalan yang dihadapi industri sawit saat ini, tambahnya yakni masih menghadapi ketidakpastian dalam hal investasi padahal, sejak 2006 sektor tersebut sudah memberikan sumbangan terhadap devisa negara.
Dikatakannya, salah satu alasannya adalah banyaknya kementerian/lembaga yang mengurusi komoditas terbesar Indonesia ini, belum lagi kebijakan yang tumpang tindih sehingga sangat mengganggu bagi investor yang akan masuk.
“Saya berharap ke depannya ada kebijakan satu pintu terkait industri kelapa sawit ini,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan