Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud Risti Hafidz Muksin di sela-sela konpers Festival Literasi Digital di Jakarta, Sabtu (29/7/2023). (ANTARA/ Anita Permata Dewi)
Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud Risti Hafidz Muksin di sela-sela konpers Festival Literasi Digital di Jakarta, Sabtu (29/7/2023). (ANTARA/ Anita Permata Dewi)

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia menyampaikan bahwa sebanyak 11 bahasa daerah di Indonesia telah mengalami kepunahan karena kehilangan penutur aslinya.

“Kepunahan bahasa daerah ini karena para penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa daerah ke anak cucunya,” ungkap Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Hafidz Muksin dalam keterangannya, Kamis(7/3).

Hafidz menjelaskan bahwa situasi vitalitas bahasa daerah di Indonesia menunjukkan 24 bahasa daerah masih aman, 19 bahasa dalam kondisi rentan, 3 bahasa mengalami kemunduran, 25 bahasa terancam punah, dan 5 bahasa dalam kondisi kritis.

“Rata-rata bahasa daerah yang mengalami kepunahan ini terjadi di wilayah bagian timur Indonesia,” tambahnya.

Di antara bahasa daerah yang mengalami kepunahan tersebut adalah bahasa Tandia di Papua Barat, bahasa Mawes di Papua, bahasa Kajeli atau Kayeli di Maluku, bahasa Piru di Maluku, bahasa Moksela di Maluku, bahasa Palumata di Maluku, bahasa Ternateno di Maluku Utara, bahasa HUKUmina di Maluku, bahasa Hoti di Maluku, bahasa Serua di Maluku, dan bahasa Nila di daerah Maluku.

“Situasi di wilayah Timur Indonesia ini, jumlah bahasa daerah banyak, namun penduduknya sedikit, sementara wilayah Barat Indonesia, jumlah bahasa daerahnya sedikit tetapi jumlah penduduknya padat,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Firgi Erliansyah